JAKARTA, BALIPOST.com – Kehadiran subvrian Omicron BA4 dan BA5 tidak bisa dianggap enteng karena menyebabkan lonjakan kasus di beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, Australia dan Singapura. Di Indonesia, saat ini dampaknya tidak seperti 4 negara tersebut.
Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito, situasi di 4 negara tersebut harus dipelajari dan dijadikan antisipasi. Karena kemungkinan lonjakan kasus tetap mengintai dan dapat berujung pada puncak kasus.
Ia mengatakan di Indonesia telah terjadi kenaikan pada kasus positif mingguan. Di minggu ini saja, lebih dari 38 ribu kasus. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan awal Juni lalu, hanya 2 ribuan kasus. “Artinya, telah terjadi kenaikan lebih dari 15 kali lipat dalam 2 bulan,” imbuh Wiku.
Kenaikan ini diiringi jumlah kematian yang cukup tinggi. Meskipun angkanya tidak sesignifikan kenaikan kasus positif. Di minggu terakhir, terdapat 91 kematian. Angka ini meningkat tajam dibandingkan minggu sebelumnya yang berkisar di angka 40 kematian. Bahkan dalam beberapa hari terakhir kasus kematian sempat menyentuh angka lebih dari 20 kematian dalam 1 hari.
Karenanya, masyarakat harus kembali mengencangkan Protokol kesehatan dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). “Kita harus waspada karena potensi lonjakan kasus itu masih ada. Kita perlu meminimalisir potensi lonjakan kasus dengan belajar dari negara-negara tersebut,” sebut Wiku dikutip dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/8).
Pada tingkat Provinsi, 5 provinsi penyumbang tertinggi kasus positif mingguan bergeser dibandingkan minggu sebelumnya. Di minggu ini, Kalimantan Selatan masuk ke dalam 5 provinsi tertinggi dengan 610 kasus. Kalimantan Selatan menjadi urutan ke 5 setelah DKI Jakarta (19 ribu kasus), Jawa Barat (7 ribu kasus), Banten (4 ribu kasus), dan Jawa Timur (2 ribu kasus).
Kematian Meningkat
Kematian dari 5 Provinsi ini menunjukkan peningkatan dengan DKI Jakarta menjadi yang provinsi dengan penambahan kematian bulanan terbanyak yaitu 29 kematian. Disusul Jawa Barat dengan 11 kematian, dan provinsi lainnya kurang dari 7 kematian.
Sayangnya lagi, angka keterisian tempat tidur atau BOR yang pada minggu-minggu sebelumnya dipertahankan dibawah 5 persen, nyatanya kini mengalami peningkatan. BOR di DKI Jakarta yang tertinggi yaitu 12,93 persen. Disusul Kalimantan Selatan 12,79 persen dan Banten 11,85 persen. Jawa Barat memiliki angka BOR 8,28 persen, dan hanya Jawa Timur yang angka BOR-nya di bawah 5 persen.
Kepada seluruh pemerintah daerah, terutama 5 provinsi dimaksud, segeralah nengevaluasi penanganan. Apabila kenaikan kasus terus terjadi, segera ambil langkah tegas agar kondisi tidak memburuk dan berujung pada puncak kasus baru.
Kepada masyarakat dihimbau memastikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat diterapkan dalam keseharian. Karena PHBS tidak hanya melindungi dari COVID, namun juga mencegah penyakit menular lainnya. Adanya ancaman subvarian BA5 dan BA4 harus diantisipasi dengan pengetatan kembali kedisiplinan protokol kesehatan secara menyeluruh dan benar.
Tidak hanya memakai masker namun juga menjaga jarak dan mencuci tangan. Dan hal ini terbukti berdampak positif menurunkan kasus di negara seperti Prancis dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang kembali menerapkan wajib masker kembali baru-baru ini.
Disamping itu, peningkatan kasus yang terjadi berpotensi disebabkan oleh menurunnya kekebalan masyarakat terhadap COVID-19. Dan saat ini, bagi masyarakat yang belum booster segeralah mendapatkannya.
“Karena booster tidak hanya melindungi diri sendiri namun juga orang lain, terutama saat berinteraksi dengan kelompok rentan di rumah atau di luar rumah,” pungkas Wiku. (kmb/balipost)