I Gede Susila. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Rapat kerja banggar dan TAPD Kabupaten Tabanan, Senin (8/8) menyoroti piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) “warisan” dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang awalnya di kisaran Rp 10 miliar kini sudah di angka Rp 70 miliar. Karena hampir setiap tahun terjadi tunggakan yang tidak tertagih sehingga membengkak.

Menurut Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kabupaten Tabanan, yang juga Sekda Tabanan, I Gede Susila, sesuai arahan KPK, Tabanan diminta membentuk Satgas. Tim ini akan melibatkan sejumlah instansi, seperti Kejari dan lainnya. “Piutang PBB ini memang sempat jadi sorotan KPK, kita disarankan bentuk satgas dalam penagihan segera kita akan bentuk. Tapi penumpukan piutang ini tidak hanya Tabanan, melainkan seluruh Indonesia,” katanya.

Baca juga:  Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Salurkan Bantuan Warga Terdampak di Grobogan dan Demak

Ditegaskan piutang yang mencapai Rp 70 miliar tersebut tidak bisa dihapus. “Mudah-mudahan dengan dibentuknya satgas ini bisa menyelesaikan piutang yang saat ini nilainya cukup besar,” harapnya.

Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Tabanan Anak Agung Ngurah Trisna Dalem mengatakan, sembari menunggu satgas dibentuk, Bakeuda akan menelusuri dan mengecek penyebab menumpuknya piutang yang diakibatkan angka semu ini. “Kita akan terlusuri terus sembari membentuk satgas,” jelasnya.

Baca juga:  Kasus Korupsi di Bali Dipantau KPK, Dua Kabupaten Ini Terbanyak

Sementara itu, anggota Banggar, Gusti Omardani juga menyatakan hal senada. Ia meminta agar eksekutif lebih gencar untuk berkordinasi ke desa terkait dengan tunggakan tersebut. Harapannya dapat segera direalisasikan, karena ini merupakan potensi pendapatan daerah yang cukup besar.

Diakui banyak persoalan yang menyebabkan melonjaknya tunggakan piutang PBB. Bahkan tunggakan terus bertambah tiap tahun rata rata 10 miliar, sampai dengan saat ini membengkak menjadi 70 miliar. Banyak persoalan seperti kasus pemecahan sertifikat ternyata SPPT induknya semua masih terhitung hutang (tidak dicabut).

Kemudian ada juga kasus kasus program sertifikasi tanah apakah itu prona atau apapun program lainnya namun tidak dibarengi dengan keluarnya SPPT. Di sisi lain masyarakat berharao itu bisa dilakukan kolektif di desa untuk bisa keluarnya SPPT. Namun dalam prosesnya hatus dilakukan secara pribadi atau mengurus sendiri sendiri.

Baca juga:  Porprov Bali, Tim Sepak Bola Badung Cukur Bangli

“Itu yang menyebabkan banyak obyek pajak yang tidak tertagih karena belum tercantum resmi sebagai objek pajak, hal tersebutlah atas saran KPK agar daerah membentuk satgas untuk menuntaskan persoalan tersebut, aehingga akan ditemukan berapa sebenarnya piutang PBB riil,” terangnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *