DENPASAR, BALIPOST.com – Kebudayaan Bali yang unik dan mempunyai nilai adi luhur yang diwariskan leluhur dilaksanakan setiap generasi masyarakat Bali secara turun temurun, keberadaannya perlu terus dikuatkan dan dimajukan sesuai dengan visi pembangunan daerah Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Apalagi, Gubernur Bali, Wayan Koster telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayan Bali.
Salah satu tujuan kebijakan ini diterbitkan agar menjadi panduan dalam menguatkan jati diri krama Bali, melindungi nilai-nilai kebudayaan, mengembangkan kebudayaan untuk meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Bali terhadap peradaban dunia, membina kebudayaan dalam kehidupan individu, masyarakat, dan lembaga serta meningkatkan kesejahteraan dan keharmonisan tata kehidupan krama Bali niskala-sekala.
Pendiri Arsip Bali 1928, I Made Marlowe Makaradhwaja Bandem, mengatakan dua dekade belakangan ini telah muncul kebangkitan dan semangat yang tinggi dikalangan masyarakat Bali untuk menggali dan memahami identitasnya melalui dokumen-dokumen bersejarah. Atas dasar itu, ia bertekad melengkapi sejarah seni dan budaya Bali yang tersimpan di sejumlah museum luar negeri. Ia merintis pendirian Arsip Bali 1928, yang bertujuan repatriasi, restorasi dan penyebaran dokumen bersejarah Bali masa tahun 1930-an. Semua demi generasi muda Bali agar tetap mengenal asal usul seni budayanya yang menjadi identitas jati diri manusia Bali.
Dikatakan, bahwa Bali telah diakui oleh dunia bahwa Bali memiliki potensi aset budaya yang menjadi warisan dunia. Oleh karena itu, sudah saatnya generasi muda Bali merawat budaya luhur yang ada. Dengan demikian, identitas jati diri manusia Bali ke depannya bisa lebih terangkat.
Terlebih, saat ini kita hidup di era digital yang memungkinkan untuk lebih luas mengenal budaya luhur Bali yang masih tersimpan pada arsip di luar negeri. Bahkan, jika memungkinkan materi-materi arsip tersebut mestinya bisa dimanfaatkan untuk menciptakan karya-karya baru oleh generasi muda Bali.
“Sudah saatnya generasi muda Bali merawat kebudayaan luhur Bali yang ada sebagai bentuk penguatan sekaligus meneguhkan identitas jati diri manusia Bali ke depannya, terlebih di era globalisasi yang serba digital saat ini,” tandas Marlowe Bandem dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Merawat Generasi, Meneguhkan Identitas Jati Diri Manusia Bali” di Warung Coffee 63 Denpasar, Rabu (10/8).
Menurutnya, dalam upaya pemajuan kebudayaan dikedepankan sebuah kolaborasi dan usaha partisipatif dari semua kalangan masyarakat. Sebab, dokumen-dokumen kebudayaan yang digali akan menjadi sebuah catatan penting dalam kesejarahan untuk menjadikan jati diri manusia Bali ke depan.
Bali secara nasional merupakan domain berseminya multikulturalisme, kebhinekaan, dan nasionalisme. “Yang terpenting bagi kita di jaman perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah bagaimana dengan segala persejarahan ini bisa menatap ke depan menjadikan generasi muda yang fasih dibidang sains, teknologi, seni budaya, kewirausahaan, dan juga kepedulian terhadap alam lingkungan. Ini akan menjadi potensi modal yang sangat besar bagi mengglobalnya kebudayaan Bali,” ujarnya.
Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan “Kun” Adnyana, S.Sn.,M.Sn., mengatakan bahwa manusia Bali memiliki 3 hal, yaitu jati diri, berkarakter, dan kompetensi. Berkaitan dengan kompetensi, berhubungan dengan penguatan di dalam pendidikan. Baik pendidikan formal, non formal, maupun informal. Pendidikan formal ini harus bisa diakses oleh generasi muda Bali yang disesuaikan dengan talenta yang dimiliki masing-masing individu. Terlebih, Gubernur Bali telah memfasilitasi generasi muda Bali untuk bisa mencapai pendidikan hingg ketingkat perguruan tinggi.
Prof. “Kun” Adnyana berpendangan, dengan kekuatan jati diri, karakter, kompetensi, dan ditambah kekuatan kebudayaan yang dimiliki Bali, maka akan menjadi sumber tata nilai sekaligus menjadi sumber kesejahteraan bagi manusia Bali. Untuk itu, desa adat diharapkan bisa memberikan ruang kreativitas kepada yowana Bali untuk mengembangkan ide-ide kreatif mereka sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah.
“Tradisi bisa menjadi pegangan untuk diserap sekaligus juga tetap dihadapi oleh generasi muda Bali secara turun temurun. Di samping juga memang harus tetap diberikan untuk menjadi manusia yang bebas, manusia yang merdeka, manusia yang selalu adaptif dengan perkembangan zaman. Tetapi memori kultural yang berangkat dari tradisi, adat istiadat, seni budaya lokalnya, dan kearifan lokalnya harus tetap hadir tumbuh kembang dalam tubuhnya,” tandas Prof. “Kun” Adnyana.
Manggala Pasikian Yowana Bali, Dewa Ardita, mengatakan di era gempuran budaya globaliasasi saat ini, generasi muda Bali tidak boleh kehilangan identitas jati diri manusia Bali. Namun, generasi muda Bali harus bisa menjaga jati diri manusia Bali. Oleh karena itu, program utama Pasikian Yowana Bali yaitu menjaga, melestarikan, dan meneruskan tongkat estapet pelestarian adat, seni, dan kebudayaan Bali yang menjadi identitas manusia Bali.
Program yang sudah dilaksanakan yaitu pembentukan yowana ditingkat kecamatan. Dan saat ini, pasikian yowana Bali sedang dalam proses pembentukan yowana ditingkat desa adat sebagai upaya pelestarian adat, seni, dan budaya ditingkat desa adat. “Kita di yowana mendukung program pemerintah Bali, salah satunya terkait dengan timbulan sampah plastik. Kita di yowana telah bergerak untuk mengedukasi masyarakat agar mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai. Kita juga lakukan dibeberapa pura berupa bersih-bersih sampah, karena konsep kita adalah tri hita karana,” ujarnya.
Tidak hanya itu, dikatakan bahwa pasikian yowana Bali juga memiliki tim kesenian yang siap ngayah di pura-pura kahyangan jagat saat upacara pujawali. Selain itu, juga telah dilakukan pelatihan kepemimpinan adat Bali di Kabupaten Buleleng bulan lalu. “Semua ini kami lakukan untuk menumbuhkembangkan kesadaran manusia Bali hingga ke tingkat desa adat bahwa kita memiliki identitas diri dan sebuah keunikan yang memiliki banyak potensi di Bali yang bisa kita kembangkan. Tidak hanya dari segi seni, adat istiadat, tetapi banyak warisan-warisan kita yang belum diketahui oleh genarasi muda yang bisa dikembangkan,” pungkasnya. (Winatha/balipost)