JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia masih dihadapkan pada serangkaian tantangan masalah kesehatan di momentum HUT Ke-77 RI Tahun 2022. Demikian dikemukakan Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama. “Pertama, bagaimana terus meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memberi prioritas penting bagi kesehatan,” kata Tjandra yang dikonfirmasi di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (17/8).
Tjandra yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan COVID-19 telah membuat masyarakat dan penentu kebijakan publik makin memberi prioritas pada kesehatan. “Kita semua harus menyadari, health is not everything, but without health everything is nothing,” katanya.
Kedua, bagaimana menjamin tersedianya pelayanan kesehatan primer, utamanya untuk menjaga yang sehat agar tetap sehat, dan memiliki paradigma sehat, kata Tjandra.
Walaupun sudah sejak sebelum 1980 Indonesia sudah punya Puskesmas di semua kecamatan, tapi kini 5.498 dari 10.373 Puskesmas (53%) belum memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai standar, dan 586 Puskesmas belum memiliki tenaga dokter.
Ketiga adalah peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit. Menurutnya, uang yang keluar untuk membiayai yang sakit untuk berobat ke luar negeri, lebih dari Rp110 triliun setiap tahunnya.
Ada tiga hal yang menurut Tjandra perlu dibenahi. Pertama, tentang aturan termasuk perpajakan alat kesehatan, kedua adalah sarana dan prasarana serta ketiga tentang ketersediaan dan pemerataan tenaga kesehatan yang bermutu.
Tjandra mengatakan penanggulangan pandemi COVID-19 saat ini menjadi tantangan keempat yang perlu dihadapi pemangku kebijakan di sektor kesehatan. “Bagaimana kita bersiap menghadapi kemungkinan masalah keamanan kesehatan di masa depan, termasuk kemungkinan wabah dan pandemi lagi,” katanya.
Kelima, adalah advokasi dan koordinasi, karena masalah kesehatan tidak akan diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan semata. “Salah satu contoh konkretnya adalah penerapan pendekatan One Health yang sebagai suatu pendekatan kolaboratif dalam pelayanan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan yang dilaksanakan secara terpadu lintas sektor dan tentu juga bersama masyarakat,” ujarnya.
Tantangan keenam, kata Tjandra, perlu upaya ekstra keras untuk mencapai goal 3 SDG, yaitu mencapai Kehidupan Sehat dan Sejahtera di tahun 2030. “Salah targetnya adalah mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit menular lainnya pada tahun 2030,” katanya.
Tjandra mengatakan angka tuberkulosis di Indonesia masih tinggi, juga masih terdapat ratusan kabupaten yang belum bebas malaria dan penyakit lainnya. “Jelaslah perlu ada prioritas kegiatan dan sumber daya untuk pencapaian target SDG 2030 demi kesehatan dan kesejahteraan bangsa,” katanya.
Tantangan terakhir adalah bagaimana Indonesia berperan dalam kesehatan dunia melalui Forum G20 pada 2022. “Sebelum ini maka juga sudah amat banyak peran Indonesia dalam forum diplomasi kesehatan dunia, baik dalam bentuk berbagai kebijakan global maupun juga dalam peran nyata sebagai jajaran WHO di berbagai tingkatan,” ujarnya.
Menurut Tjandra sumbangsih Indonesia untuk kesehatan dunia perlu terus ditingkatkan, baik dengan mengacu pada pengalaman menangani masalah kesehatan yang beragam, hasil penelitian anak negeri dan juga dengan kepakaran dan pengalaman panjang yang dimiliki. (Kmb/Balipost)