JAKARTA, BALIPOST.com – Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menganut dua jalur pengenaan sanksi, yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan.
“Sanksi pidana dan sanksi tindakan yang belum diatur di dalam KUHP yang masih berlaku sekarang,” kata Mahfud saat meresmikan Kick Off Dialog Publik RKUHP di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (23/8).
Mahfud menyebut, RKUHP juga memberikan tempat penting atas konsep restorative justice, yang dewasa ini mulai menjadi kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia.
Selain itu, kata Mahfud, RKUHP mengatur pula mengenai hukum adat sebagai living law yang telah lama diakui dan menjadi kesadaran hukum pada masyarakat hukum adat. “Dengan tetap mendasarkan pada prinsip Pancasila, UUD 1945, dan NKRI dengan segala kebinekaan-nya,” ujarnya.
Mahfud menjelaskan, KUHP yang menjadi peninggalan zaman penjajahan Belanda harus diganti karena hukum adalah pelayan masyarakatnya, sehingga harus memuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat di mana hukum itu berlaku.
Jika masyarakat berubah, kata Mahfud, maka hukum harus berubah pula agar sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat yang dilayaninya.
“Oleh karena masyarakat Indonesia sudah berubah dari masyarakat kolonial menjadi masyarakat nasional, atau, masyarakat Indonesia sudah berubah dari masyarakat terjajah menjadi bangsa merdeka maka hukum kolonial harus diganti dengan hukum nasional,” tutur Mahfud menjelaskan.
Mahfud mengemukakan, RKUHP saat ini masih terdapat beberapa masalah yang perlu didiskusikan dan didalami kembali, sehingga penyelenggaraan acara Kick Off Diskusi Publik RKUHP ini pun menjadi salah satu langkah penting, terutama untuk mengakomodasi masukan dari masyarakat. “Mari kita diskusikan untuk mencapai kesepahaman dan reformula yang lebih pas,” ucap Mahfud MD. (Kmb/Balipost)