Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M.Si. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Komitmen Gubernur Bali, Wayan Koster untuk merayakan seluruh rahina tumpek di Bali terus diimplementasikan. Termasuk juga Rahina Tumpek Uye (Tumpek Kandang) yang dirayakan setiap 210 hari, yaitu Saniscara Kliwon Wuku Uye.

Bahkan, kebijakan perayaan Rahina Tumpek Uye telah dikeluarkan melalui Instruksi Gubernur Bali Nomor 01 Tahun 2022 tentang Perayaan Rahina Tumpek Uye Dengan Upacara Danu Kerthi Sebagai Pelaksanaan Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi Dalam Bali Era Baru. Instruksi ini mendorong semua pihak bersinergi secara gotong royong melaksanakan nilai-nilai adiluhung danu kerthi sesuai tata-titi kehidupan masyarakat Bali.

Sehingga, instruksi ini harus dilaksanakan dengan tertib, disiplin, dan penuh rasa tanggung jawab sebagai pelaksanaan Visi Pembangunan Daerah “Nangun Sat Kethi Loka Bali” menuju Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Majelis Kebudayaan Bali Tingkat Provinsi Bali, Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija, M.Si., mengatakan apabila dirunut dari sebuah peristiwa dalam logika filsafat bahwa tidak ada peristiwa tanpa sebab. Ada kausilitas yang mesti diperhatikan.

Begitu juga dengan perayaan Rahina Tumpek Uye. Diungkapkan, bahwa perayaan Tumpek Uye sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu.

Baca juga:  Painting While Drinking Wine

Bahkan masyarakat Bali sudah menggunakannya sebagai sebuah praktis sosial. Namun, di era kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster perayaan Rahina Tumpek Uye yang menjadi praktis sosial dan sudah menjadi pranata dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali ini lebih dimasifkan melalui Instruksi Gubernur Bali Nomor 01 Tahun 2022 tentang Perayaan Rahina Tumpek Uye Dengan Upacara Danu Kerthi Sebagai Pelaksanaan Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi Dalam Bali Era Baru.

Dikatakan, meskipun Hindu itu ada di Nusantara, namun tidak semua melaksanakan perayaan Tumpek Uye atau Tumpek Kandang. Oleh karena itu, sudah sangat tepat instruksi Gubernur Bali ini dikeluarkan di tengah terpaan budaya asing.

Sehingga, local genius yang ada di Bali bisa dihidupkan kembali. Masyarakat Bali, sebutnya, bisa mengelola sistem ekologinya, yaitu pemuliaan terhadap binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun air, dan lainnya.

Prof. Duija menegaskan bahwa, latar belakang lahirnya Instruksi Gubernur Bali Nomor 01 Tahun 2022 ini sebagai bukti bahwa bagaimana Gubernur Koster mengembalikan taksu Bali kembali kepada kearifan lokal yang sudah berkembang dan telah teruji dalam rentang sejarah yang panjang. “Latar belakang ini sebenarnya adalah bagaimana kita bisa menghidupkan kembali, ngurip kembali nilai kearifan lokal yang justru menjadi trend kita sekarang bahwa ekologi kita tidak eksploitatif, tetapi justru ekologi yang humanistik. Jadi bagaimana kita bisa membangun sebuah ekologi yang tidak hanya bicara tentang aspek humannya saja, tetapi bagaimana lingkungan ini bisa dikelola dengan baik dan ini sudah terjadi ratusan tahun yang lalu,” ujarnya dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Memaknai Perayaan Tumpek Uye dengan Upacara Danu Kerthi” di Warung Coffee 63 Denpasar, Rabu (24/8).

Baca juga:  Batik Stamp Diminati Pasar AS

Akademisi Unhi Denpasar, I Kadek Satria, S.Ag., M.Pd.H., menjelaskan bahwa sesungguhnya Tumpek menjadi satu siklus tahunan wuku. Sehingga, satu tumpek dengan tumpek yang lain mempermulai dan membantu umat manusia dalam rangka menjalankan kehidupannya.

Apabila ditanya siapa yang dipuja pada Rahina Tumpek Uye, dalam instruksi Gubernur Bali No. 01 Tahun 2022 telah merujuk pada teks. Dikatakan, dalam teks Sundarigama jelas bahwa yang dipuja pada Rahina Tumpek Uye adalah Sang Hyang Pasupati maprawerti Sang Hyang Rare Angon.

Baca juga:  Kapolda Bali Ungkap Kronologi Kaburnya Buronan Interpol hingga Ditangkap di Bali

Sebab, merujuk pada Kitab Weda, Pasupati adalah raja binatang. “Sesungguhnya pada Rahina Tumpek Uye ini kita memohonkan agar semua hewan hidup dengan baik, sehingga bisa memberikan kesejahteraan kepada manusia,” ungkapnya.

Ketua PHDI Provinsi Bali, I Nyoman Kenak mengatakan secara garis besar pemaknaan perayaan Tumpek Uye di Bali tekah dilaksanakan berdasarkan kebenaran atau uger-uger (aturan). Sebagai contoh, bagaimana memelihara hewan dengan baik dengan cara membuatkan kandangnya agar tidak liar.

Sehingga, perilaku hewan bisa diatur kehidupannya agar bermanfaat “sad guna”. “Tidak salah Pemerintah mengeluarkan instruksi pelaksanaan perayaan Tumpek Uye dengan upacara Danu Kerthi sebagai upaya pelestarian sumber air yang disebut dengan pusat dari amerta. Sebab, salah memfungsikan air akan menyebabkan kematian bagi seluruh kehidupan,” ujarnya.

Apalagi, dikatakan bahwa pelaksanaan perayaan Tumpek Uye tidak saja sebagai upaya pelestarian air melalui upacara Danu Kerthi, tetapi berkaitan dengan semua ruang lingkup Sad Kerthi Loka Bali lainnya. Seperti, Atma Kerthi, Segara Kerthi, Wana Kerthi, Jana Kerthi, dan Jagat Kethi. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *