Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejak dikeluarkan Pergub Nomor 15/2021 dan Perda Provinsi Bali Nomor 8/2019 tentang Sistem Pertanian Organik oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, semakin banyak komponen masyarakat yang menggeluti dunia bisnis pertanian organik. Semua program ini mendukung visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali untuk memperkuat Ekonomi Kerthi Bali. Hal itu terungkap pada Dialog Merah Putih “Bali Era Baru,” Rabu (31/8) di Warung Coffee Bali di Jl. Veteran 63, Denpasar.

Rektor Dwijendra University Denpasar yang juga Ketua HKTI Bali, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., MMA., mengatakan, apa yang digagas oleh Gubernur Bali dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dan Ekonomi Bali Kerthi, menempatkan pertanian menjadi prioritas menurutnya sudah sangat tepat. Apalagi, Gubernur bersama legislatif juga sudah membuat perda tentang sistem pertanian organik.

Kemudian pada 2021 disusun juga pedoman pelaksanaannya, sehingga sistem pertanian organik ini, menurutnya bisa diistilahkan sebagai back to nature. Karena seperti diketahui, dulu sebelum bangsa Indonesia merdeka, orang-orang Bali sudah mencintai pertanian serta tidak tersentuh dengan penggunaan bahan kimia. Sehingga semua hasil bagus dengan kualitas hasil pertanian yang juga bagus.

Namun dikatakannya, program pemerintah pada zaman Orde Baru melalui program Revolusi Hijau, didorong untuk peningkatan produktivitas, khususnya tanaman padi. Hasilnya memang bagus, dan Indonesia swasembada beras.

Baca juga:  Gempabumi Kembali Terjadi, Terasa di Mataram

Hanya saja, dari sisi lingkungan terjadi degradasi, yakni kerusakan tanah, baik fisik maupun non fisik, serta pencemaran air termasuk udara. Ini baru di lingkungan pertanian, kemudian dari sisi masyarakatnya, juga mulai terdampak oleh penggunaan bahan bahan sintetis untuk sisi kesehatan. “Oleh karena itu, saya sangat senang ada kawan-kawan pertani yang melakukan kegiatan pertanian organik. Saya menyambut baik ada sistem pertanian organik ini mudah mudahan kita kedepan, bersama sama pemerintah melakukannya,” katanya.

Dikatakan, Gubernur Koster selalu menanamkan nilai nilai luhur dari para leluhur yang memiliki nilai adi luhung. Untuk itu melalui visinya perlu dibangkitkan lagi, perlu ditarik lagi apa nilai luhur itu, dan dimodifikasi dengan teknologinya.

Perkembangan teknologi yang begitu besar saat ini, mulai zannya kapitalisme tentu merongrong semua. Pasalnya selama ini, pertanian untuk pangan dan di holtikultura, sangat ketergantungan pada pupuk yang dihasilkan industri. “Meskipun pemerintah telah melakukan subsidi, tentu tidak membentuk kemandirian di tingkat petani ini. Sehingga akan Terjadilah ketergantungan ketergantungan pada pupuk, serta ketergantungan pada pemerintah,” ucapnya.

Kita yakini produk organik selain memiliki sifat sehat bagi lingkungan dan masyarakatnya, juga produk organik ini akan mendorong kualitas hidup  sepanjang seluruh aktor yang ada dalam supply chain produk pertanian inj ikut terlibat didalamnya, dan mau bersama-sama melaksanakan sistem pertanian organik. “Jangan sampai ada misalnya satu kelompok petani sudah melakukan sistem pertanian organik, tapi di sebelahnya ada pertanian konvensional yang menggunakan pupuk sintetis yang mengganggu sistem pertanian organik,” ucapnya.

Baca juga:  Melambat, Segini Pertumbuhan Ekonomi Bali di 2019

Untuk itu pihaknya berharap pemerintah agar memberikan regulasi, tetapkan dimana sentra industri organik ini. “Kita bersama-sama apa yang telah ditetapkan pemerintah, harus diimplementasikan dari perencanaan, sampai evaluasinya. Ini akan menjadi informasi bagi pemerintah untuk membangun bali menuju pulau organik,” ajaknya.

Petani yang mengembangkan Pertanian Organik, I Made Sandi, menyampaikan, pertanian organik tidak hanya melihat dari hasilnya produknya. Namun yang terpenting adalah kesehatan tanahnya.

Sehingga, dalam hal ini, benar-benar bertani itu ramah lingkungan yang selaras alam, harus berdamai dan bersahabat dengan alam. “Setelah kita lakukan pertanian ramah lingkungan, manfaatnya sangat bagus selain untuk kesehatan juga untuk alam,” ucalnya.

Ia menegaskan, produk organik itu tidak seperti kata orang yang berproduksi lambat, dan produk yang dihasilkan tidak bisa besar. Pasalnya dengan pertanian organik, lama produksi bisa dipangkas dan mempercepat masa panen serta menghasilkan produk yang bagus asalkan dengan perawatan yang benar di awal, sepeti pemurnian tanah. “Sistem pertanian organik itu tidak, tidak dengan memupuk tanaman, namu memupuk tanah atau menyehatkan tanah. Apabila tanah itu sudah bagus, sudah subur, tentu apa yang dihasilkan akan bagus,” ujarnya.

Baca juga:  Dari Karyawan Distro Ditangkap hingga Nihil Tambahan Korban Jiwa COVID-19

Sementara itu, menurut I Ketut Punia selaku petani, meski dengan latar belakang sebagai pengusaha komputer, dirinya kini fokus pada sistem pertanian organik. Punia yang penggiat lingkungan ini memiliki misi tidak pada output produk. Namun bagaimana membenahi atau menyehatkan tanahnya.

Sementara bila berbicara Bali yang berasal dari kata wali, secara implementasi adalah mengembalikan, model berorganik memang ada pada misi itu.Yakni mengembalikan sebagian dari hasil usaha bertani. l

Limbah dari pertanian termasuk peternakan ini, akan  dikembalikan ke tanah sebagai nutrisi kembali, sehingga menyehatkan. “Misinya adalah zat pembenah tanah. Selalu berpikirnya pada nanah, bukan tanaman, meskipun outputnya adalah pada hasil tanaman,” ucapnya.

Pihaknya berharap, dengan mendukung program Gubernur Bali yang pengelolaan lingkungan. Bagaimana manajemen pengelolaan lingkungan bisa menjadi input dalam pembenahan tanah. “Harapan kami, mari dukung program ini untuk mendukung pertanian organik, untuk Bali,” harapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *