JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia resmi mengambil alih Area Layanan Navigasi Penerbangan atau “Flight Information Region” (FIR) di atas Kepulauan Riau dan Natuna. Selama ini FIR dikelola Singapura. Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo dalam keterangannya soal Kesepakatan Penyesuaian “Re-alignment Flight Information Region” (FIR), Kamis (8/9).
Dikutip dari Kantor Berita Antara, ia mengatakan hal ini berkat kerja keras semua pihak. “Kita telah berhasil mengembalikan pengelolaan ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna kepada NKRI,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menegaskan ia telah menandatangani Peraturan Presiden tentang Pengesahan Perjanjian FIR Indonesia dan Singapura. Dengan ditekennya Perpres atas kesepakatan tersebut, luas FIR Indonesia bertambah sebesar 249.575 km2 yang diakui secara internasional sebagai bagian dari FIR Jakarta.
Menurut Presiden, kesepakatan penyesuaian FIR antara Indonesia dan Singapura ini merupakan langkah maju atas pengakuan internasional terhadap ruang udara Indonesia. Sekaligus, meningkatkan jaminan keselamatan dan keamanan penerbangan.
“Termasuk, bisa meningkatkan pendapatan negara bukan pajak dan hal ini bisa menjadi momentum untuk modernisasi peralatan navigasi penerbangan dan pengembangan SDM Indonesia,” kata Presiden.
Adapun upaya Indonesia untuk mengakhiri status quo ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna telah dilakukan sejak 1995. Upaya lebih gencar lagi pada tahun 2015 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Selain bertambahnya luas cakupan FIR, manfaat lain dengan penyesuaian kesepakatan FIR, di antaranya pengakuan internasional bahwa FIR di atas Kepri dan Natuna akan menjadi wilayah FIR Jakarta.
Indonesia juga memiliki independensi mengatur kegiatan lalu lintas pesawat komersial maupun kenegaraan, dapat menempatkan anggota Otoritas Pelayanan Navigasi Penerbangan/ATC sipil, dan militer di ATC Singapura.
Dengan adanya penyesuaian kesepakatan ini, pergerakan pesawat yang melintas di atas Kepri dan Natuna akan dikenakan biaya (“charge”) sehingga ke depannya bisa mendatangkan pendapatan bagi Indonesia. Hal ini bisa meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Indonesia yang bisa digunakan untuk investasi pengembangan SDM dan peralatan navigasi penerbangan Indonesia. (kmb/balipost)