AAGN Ari Dwipayana (kanan) hadir di seminar bertajuk “Mencermati Nilai Kepemimpinan di Tahun Politik” yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (Stispol) Wira Bhakti, Rabu (19/10). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemimpin dan kepemimpinan perlu diuji, sejauh mana keputusannya tepat saat menghadapi krisis. Sejauh mana ia mampu menciptakan solidaritas dan melewati badai krisis tersebut. Demikian disampaikan Koordinator Staf Khusus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana dalam seminar bertajuk “Mencermati Nilai Kepemimpinan di Tahun Politik” yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (Stispol) Wira Bhakti, Rabu (19/10).

Ari memberikan contoh Presiden Jokowi adalah pemimpin yang sudah teruji dalam menghadapi krisis. “Dalam Kepemimpinan nasional Indonesia saat ini, bagaimana seharusnya pemimpin menghadapi ujian itu sudah dicontohkan oleh Presiden Jokowi. Presiden Jokowi terbukti mampu mengambil tindakan yang tepat dalam menghadapi pandemi COVID-19, di mana hampir seluruh negara di dunia menghadapi krisis yang bukan saja soal kesehatan, melainkan juga ekonomi. Namun, nyatanya Indonesia mampu menghadapi itu, bahkan dinilai dunia menjadi salah satu negara yang berhasil dalam mengatasi pandemi COVID-19,” ujar Ari dalam rilisnya.

Baca juga:  Gen Z Harapkan Pemimpin Netral, Milenial Cenderung Pragmatis

Turut hadir dalam acara tersebut, Ketua LVRI Bali, I Gusti Bagus Saputra, Ketua YKP I Gusti Ngurah Yudhana, Ketua STISPOL Wira Bhakti Prof. Dr. Wayan Windia dan juga Ketua KPU Kota Denpasar I Wayan Arsa Jaya.

Lebih lanjut Ari Dwipayana menilai, regenerasi kepemimpinan yang ideal bukan semata-mata berdasarkan garis trah atau biologis, melainkan ideologis. Anak biologis dari seorang pemimpin dapat meneruskan tonggak kepemimpinan jika memiliki karakter ideologis dan diuji dengan standar yang sama.

Seorang pemimpin juga perlu menjunjung konsep keberlanjutan dan juga perubahan. “Pemimpin bisa dikatakan gagal jika tidak mampu melahirkan pemimpin yang sama baiknya atau lebih baik. Dengan demikian, regenerasi kepemimpinan menjadi penting, bukan semata berdasarkan trah atau biologis, melainkan ideologis. Regenerasi biologis dimungkinkan, ketika sang pewaris memiliki karakter ideologis dan telah diuji dengan standar yang sama,” ujar Ari.

Baca juga:  WN Prancis Rampok Minimarket, Uang Puluhan Juta hingga Rokok Diembat

Lebih lanjut, Ari menjelaskan konsep kepemimpinan berdasarkan kearifan lokal masyarakat Bali. Ari menyebutkan terdapat 4 konsep utama kepemimpinan Bali, yaitu Pertama, Patut. Pemimpin harus berorientasi pada kebenaran (values) dan kesucian, tidak hanya nafsu kekuasaan. Kedua, Prasaja. Pemimpin harus mampu mewujudkan dalam tindakan yang konsisten atau kepemimpinan transformasional. Pemimpin harus mampu membaca perubahan yang terjadi di dunia.

Ketiga, Pantes. Pemimpin harus memiliki etika (kepatutan), ia juga harus menyadari penuh keterbatasan dan bersedia memperbaiki kelemahan. Keempat, Pangus. Bumi indah dengan keberagaman, sehingga pemimpin harus respect pada keragaman dan mendorong kolaborasi.

Baca juga:  Dua Hari, Kasus COVID-19 Harian Bali Masih 1 Digit

Ia mengutip hasil survei CSIS 2022 yang menyatakan, bahwa hanya ada 1,1% anak muda yang saat ini bergabung dengan partai politik dan 21,6% anak muda yang tergabung dalam organisasi kepemudaan. “Adapun, menurut survei yang sama, anak muda menilai terdapat lima karakter utama yang harus dimiliki pemimpin mendatang (2024), yaitu 1) Jujur/tidak korupsi (34,8%), 2) Merakyat dan sederhana (15,9%), 3) Tegas/Berwibawa (12,4%), 4) Berprestasi/Berkinerja saat memimpin (11,6%), 5) Memiliki pengalaman memimpin (10,1%),” tegas Ari yang juga Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud Gianyar.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *