Oleh Dewa Gde Satrya
Presiden Jokowi pada pengarahan ke pejabat pusat dan daerah di Jakarta Convention Centre pada Kamis (29/9) menegaskan agar para penjabat dan kepala daerah tidak bepergian ke luar negeri. Dalam situasi krisis global saat ini, justru perjalanan ke luar negeri harus ditekan.
Sebaliknya, pergerakan wisatawan di dalam negeri dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian daerah. Dalam kaitannya dengan kinerja kepariwisataan dalam negeri yang memiliki 4 tolak ukur kinerja (devisa, tingkat kunjungan wisatawan asing, jumlah pergerakan wisatawan domestik dan kontribusi pariwisata pada Produk Domestik Bruto), traveling pejabat dan kepala daerah berperan strategis menggerakkan pergerakan wisatawan di berbagai penjuru Nusantara.
Sebagai pemimpin masyarakat, perjalanan wisata di dalam negeri para pejabat dan kepala daerah yang diunggah di sosial media masing-masing, merupakan sarana promosi yang efektif bagi destinasi yang dikunjungi. Lewat posting narasi cerita, caption (user generated content), foto dan
video tentang destinasi wisata dalam negeri yang
dikunjungi, para pejabat dan kepala daerah berperan sebagai influencer dan marketer handal inilah yang harus semakin dioptimalkan untuk mendongkrak image dan menggerakkan pergerakan wisatawan di dalam negeri.
Seruan dan ajakan Presiden Jokowi itu senada dengan saran World Bank agar Indonesia lebih intensif dan serius menjalankan “AKU Indonesia” (Akhiri Ketimpangan Untuk Indonesia). Data Bank Dunia menyebutkan ketimpangan
di Indonesia adalah paling buruk nomor 3 di dunia dalam konsentrasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Artinya, 1% orang kaya di Indonesia menguasai 50.2% kekayaan nasional. Traveling pejabat dan kepala daerah di dalam negeri konsisten dengan upaya pemerintah saat ini untuk menumbuhkan dan memperkuat destinasi baru.
Pembangunan 10 Bali Baru yang kemudian berkembang menjadi 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, telah dirintis pemerintahan di masa sebelumnya. Kementerian Pariwisata pernah mengembangkan travel pattern serta menggunakan pendekatan market attractiveness di 14 provinsi dan pushing product di 8 provinsi sebagai dasar pembuatan paket wisata untuk mendorong agar wisatawan memiliki alternatif tujuan wisata lain yang baru.
Program pengembangan destinasi yang berfokus pada pushing product meliputi Tanjung Lesung (Banten), Raja Ampat (Papua Barat), Weh-Sabang (Nanggroe Aceh Darussalam), Togean-Tomini (Sulteng), Wakatobi (Sultra), Banda (Maluku), Tanjung Putting (Kalteng), dan Derawan (Kaltim). Sedangkan pengembangan destinasi dengan fokus market attractiveness di 14 provinsi antara lain Bromo-Tengger-Semeru (Jatim), Danau Batur (Bali), Toba-Nias (Sumut), Komodo-Kelimutu (NTT), dan Kepulauan Seribu-Kota Tua (DKI Jakarta).
Karena itu, tantangan mendesak pemerintah daerah dan pusat adalah membangun keunggulan bersaing daerah masing-masing dan mempromosikannya. Secara operasional, tantangan pemerintah daerah di bidang kepariwisataan terkait dengan tiga hal berikut ini, pertama, menjadi tuan rumah yang baik (be a good host) bagi pelanggan daerah. Kedua, memperlakukan mereka secara baik (treat your guest properly). Dan terakhir, membangun sebuah ‘rumah’ yang nyaman bagi mereka (building a home sweet home).
Tradisi “Indonesia Tourism Award” (ITA) kepada pemerintah daerah dan industri pariwisata dapat menjadi acuan bagi pejabat dan kepala daerah untuk membangun pariwisata di dalam negeri. Penghargaan tersebut dimaksudkan untuk mendorong para pemimpin daerah (Provinsi, Kota, dan Kabupaten) serta pelaku industri pariwisata agar terus berbenah dan meningkatkan kreativitas dalam memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan. Biasanya, penganugerahan ITA diawali melalui proses survei di kota/kabupaten yang dipilih berdasarkan besarnya anggaran yang mereka alokasikan dalam APBD.
Kategori yang disurvei meliputi; Kabupaten/Kota terbaik dalam layanan wisata, kota tujuan wisata favorit, obyek wisata favorit, industri penunjang pariwisata terbaik yang dibagi dalam 9 sub kategori yaitu; hotel non-bintang, hotel bintang, maskapai penerbangan, biro perjalanan wisata,
taksi, restoran, golf, spa, dan mal.
Kinerja pemerintahan yang mencerminkan semangat entrepreneurship dapat dilihat melalui kolaborasi antarindustri pariwisata daerah yang akan memajukan kepariwisataan daerah itu sendiri. Lebih-lebih guna mewujudkan impian pembangunan pariwisata berkelanjutan Indonesia yang bertumpu pada empat pilar strategis atau triple track strategy plus, yakni pro-pertumbuhan ekonomi, pro- penciptaan lapangan kerja, pro-pengentasan kemiskinan, dan prolingkungan hidup, government entrepreneurship.
Penulis Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya