Menkes, Budi Gunadi Sadikin dan Kepala BPOM, Penny Lukito memaparkan hasil penelusuran kasus AKI, Senin (24/10). (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan penelusuran kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal yang terjadi pada anak-anak di Indonesia. Disebutkannya, kasus mulai naik sejak Agustus.

Pihaknya mengaku telah melakukan pengamatan sejak adanya tren naik itu. “Sejak Agustus (2022) itu kita amati, Kemenkes sudah melakukan review (peninjauan) patologi. Jadi kita lakukan analisa lab patologi karena dugaan kita penyebabnya di September adalah virus, bakteri, atau parasit,” katanya di Istana Kepresidenan Bogor, Senin.

Dia mengatakan bahwa kasus gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) baru teridentifikasi naik pada Agustus 2022, bukan sejak awal tahun. “Bulan September kita kumpul melakukan analisa patologi dari anak-anak yang terkena kasus ini untuk melihat apakah dia terkena virus, bakteri, atau parasit. Hasil analisa patologi itu kecil sekali kemungkinannya disebabkan oleh virus atau bakteri,” katanya dikutip dari Kantor Berita Antara.

Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada semua anak yang mengalami gangguan ginjal akut, menurut dia, menunjukkan bahwa pasien yang terinfeksi bakteri Leptospira nol persen. “Kita bilang ‘oh mungkin ini gara-gara COVID-19, kita sudah cek semua anak yang kena, kurang dari satu persen yang ada COVID-nya, positif virus COVID-nya,” katanya.

Baca juga:  Kehabisan Uang, Duktang Curi Aki

“Jadi dari situ di bulan September kita terus terang masih menduga-duga ini penyebabnya apa, karena hasil tes patologi dari kenaikan kasus bulan Agustus itu tidak ada yang secara signifikan disebabkan bakteri, virus, maupun parasit,” ia menambahkan.

Selanjutnya, ia menjelaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 5 Oktober 2022 menyampaikan peringatan mengenai masalah kesehatan yang terjadi akibat zat kimia dalam pelarut obat-obatan sebagaimana yang terjadi di Gambia.

“Kita komunikasi dengan WHO, juga dengan pemerintah Gambia, kita melakukan analisa toksikologi,” katanya.

Kementerian Kesehatan kemudian melakukan analisis toksikologi pada darah dan urine pasien anak yang mengalami gangguan ginjal akut.

“Kita tes kesepuluh anak, tujuh orang ternyata darahnya atau urine-nya mengandung zat kimia ini. Jadi positif memang 70 persen orang yang kena (gangguan) itu disebabkan oleh adanya zat kimia di tubuhnya,” kata Menteri Kesehatan.

Setelah itu, Kementerian Kesehatan melakukan pemeriksaan pada pasien gangguan ginjal akut yang meninggal dunia serta menemukan ciri-ciri kerusakan ginjal yang disebabkan oleh zat kimia.

Baca juga:  Hampir 2.500 Orang, Selisih Tambahan Pasien Sembuh dengan Kasus COVID-19 Baru Hari Ini

“Karena sudah ketahuan kalau zat kimia ini merusak ginjalnya seperti apa. Kita cek 100 persen, memang terjadi kerusakan ginjal sesuai dengan ciri-ciri yang disebabkan oleh obat kimia ini, jadi memperkuat bahwa penyebabnya adalah obat kimia ini,” kata Menteri Kesehatan.

Dia mengatakan bahwa selanjutnya tim Kementerian Kesehatan mendatangi rumah-rumah pasien gangguan ginjal akut dan mengambil obat-obatan yang ada di rumah pasien untuk diperiksa.

“Sekali lagi kita cek, ada atau tidak senyawa kimia yang berbahaya ini. Kita menggunakan Lab Puslabfor Polri, memang yang mereka lakukan sifatnya baru kualitatif ada atau tidak, bukan kuantitatif kadarnya berapa. Tapi secara kualitatif ditemukan sebagian besar obat-obatan yang ada di rumah pasien itu mengandung senyawa kimia berbahaya ini,” kata Menteri Kesehatan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan kajian yang dilakukan, Kementerian Kesehatan menyimpulkan bahwa penyebab gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak-anak adalah obat-obatan yang mengandung cemaran etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether (EGBE).

Baca juga:  Ombudsman Dorong Pemerintah Tetapkan Status KLB AKI

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) setelah melakukan pemeriksaan menyatakan bahwa ada lima produk obat sirop di Indonesia yang mengandung cemaran etilen glikol melampaui ambang batas aman.

Lima produk yang dimaksud yakni Termorex Sirup (obat demam) produksi PT Konimex; Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu) produksi PT Yarindo Farmatama; serta Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Demam Sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam) produksi Universal Pharmaceutical Industries.

BPOM telah memerintahkan industri farmasi pemilik izin edar lima obat sirop yang mengandung cemaran etilen glikol melampaui ambang batas aman untuk menarik produk obat sirop mereka dari peredaran di seluruh Indonesia dan memusnahkan seluruh bets produk.

Menurut Menteri Kesehatan, hingga 24 Oktober 2022 sudah ditemukan 245 kasus gangguan ginjal akut di 26 provinsi di Indonesia dan jumlah pasien yang meninggal karena gangguan ginjal akut tercatat 141 orang atau 57,6 persen dari total kasus. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *