DENPASAR, BALIPOST.com – Debitur LPD Desa Adat Ungasan yang mendapatkan fasilitas kredit dengan nilai miliaran rupiah, yang berasal dari luar wewidangan Desa Adat Ungasan, Rabu (9/11) bersaksi di Pengadilan Tipikor Denpasar. Mereka adalah Junaidi Kasum dan I Wayan Suena asal Lombok.
Sedangkan duduk sebagai terdakwa adalah mantan Ketua LPD Desa Adat Ungasan, Drs. Ngurah Sumaryana, M.M. Dalam dakwaan JPU dari Kejati Bali, sebelumnya disebut bahwa terdakwa Sumaryana memperkaya Junaidi Kasum Rp15.208.775.880 dan I Wayan Suena Rp4.338.785.450.
Di hadapan majelis hakim pimpinan Kony Hartanto dengan hakim anggota Ida Ayu Adnya Dewi dan Soebekti, Junaidi mengaku bahwa dia sejatinya minjam Rp12 miliar pada 2012 di LPD Ungasan yang ketuanya saat itu Ngurah Sumaryana. Namun baru cair Rp 2013.
Sedangkan angka Rp15 miliar itu adalah akumulasi dan asumsi dari bunga dan konsekuensi keterlambatan membayar dan bunga 18 persen setahun. Yang menarik, pria asal Lombok itu mendapatkan kredit Rp12 miliar hanya menjaminkan BPKB mobil.
Dia mengaku macet dalam membayar tunggakan. Namun saat ditanya berapa sisa tunggakan hingga saat ini, saksi Juanidi mengaku lupa dan tidak tahu persis.
Tak pelak, hakim menilai bahwa saksi diuntungkan. Selain hanya jaminan BPKB, tidak ada aset yang dipakai jaminan. Dan jika macet, aset berupa kendaraan bisa disita. “Ini saksi Junaidi sangat beruntung ya,” kata hakim.
Pihak LPD Ungasan juga jika menyita aset tak sampai dapat Rp 15 miliar. Walau sempat ada taksi yang disita, namun sudah dikembalikan lagi dan 10 kendaraan sudah beroperasi lagi.
“Terus, apakah mampu membayar cicilan?” tanya kuasa hukum terdakwa I Gde Manik Yogiartha, I Kadek Agus Suparman, dkk.
Kontan saja saksi cepat menjawab tidak. “Berapa sisa tungggakan terakhir,” tanya Yogiartha. “Saya lupa,” jawabnya polos.
Junaidi mengaku bisa minjam ke LPD Ungasan berawal dari petunjuk Wayan Suena juga asal Lombok. Suena yang disebut diperkaya oleh terdakwa Rp4,3 miliar, sebagaimana dakwaan JPU, secara pribadi dalam kesaksian Rabu (9/11) mengaku hanya minjam Rp1,5 miliar di LPD Ungasan dengan jaminan rumah di Jalan Pulau Saelus, Denpasar.
Namun dia mengakui juga “memboyong” keluarga dan temannya, termasuk untuk meminjam di LPD Ungasan Rp2 miliar lebih. Majelis hakim sempat membacakan nama-nama yang diboyong meminjam di LPD tersebut. “Apakah mereka, ke 10 orang ini warga Ungasan?” tanya hakim.
“Tidak yang mulia, mereka ada saudara saya dan berdomilisi di Lombok,” jawab Suena.
“Berapa ngasih fee ke terdakwa? Kok mudah sekali mencairkan uang miliaran. Apalagi bukan warga Ungasan,” tanya hakim.
“Tidak ada ngasih fee,” jawab Suena polos.
“Jangankan miliaran. Minjam KUR saja pakai jaminan. Minjam sejuta saja susahnya minta ampun. Ini kok miliaran begitu mudahnya cair,” tanya hakim kembali.
Suena menyampaikan bahwa jaminan pinjaman yang “diboyong” dari Lombok adalah kavelingan. Satu kavelingan ada dua are, dan satu are harganya Rp 35 juta. Dan, rata-rata mereka minjam Rp300 juta, 350 juta dan bahkan ada lebih. Diakui oleh Suena, masih ada tunggakan dari debitur.
Saat ditanya hakim soal sisa tunggakan, Suena awalnya berkelit lupa dan tidak tahu. Namun di ujung sidang, kuasa hukum terdakwa Yogiartha kembali menanyakan, hingga detik ini (persidangan) berapa tunggakan Suena? Saksi menjawab masih sekitar Rp 2 miliar. (Miasa/balipost)