Rumawan Salain. (BP/kmb)

Oleh Putu Rumawan Salain

Yang abadi dalam pembangunan adalah perubahan. Perubahan demi perubahan dengan jelas kita nikmati dan ikut berubah dalam rentang waktu setidaknya sejak kemerdekaan RI hingga kini. Membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia sejumlah 275,77 juta jiwa hingga pertengahan Juli 2022 tanpa terkecuali diatas rentangan 16.671 pulau (2019) dengan beragam suku, bahasa, budaya, keinginan dan kebutuhannya.

Pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan secara adil dan merata adalah jiwa dari tujuan pembangunan nasional. Tujuan tersebut ditransformasikan ke dalam perencanaan tata ruang dengan hierarki nasional hingga wilayah terkecil. Dua kata kunci dalam tulisan ini adalah penataan ruang dan pembangunan.

Teori pembangunan menurut Tikson (2005) dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu: Modernisasi, Keterbelakangan, dan Ketergantungan. Negara kita sejak orde baru telah menerapkan teori pembangunan modernisasi dan menjauhkan diri dengan teori keterbelakangan maupun
ketergantungan.

Pembangunan jangka panjang pasti bertujuan untuk keberlanjutan, sehingga pembangunan berkelanjutan adalah “upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan”.

Baca juga:  Dana Pungutan Wisman

Konsep Pembangunan Berkelanjutan dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dan Ruang adalah dengan Gagasan atau ide menata ruang darat, laut, udara dan dalam bumi yang dapat melestarikan SDA agar kehidupan dan penghidupan manusia dapat berlangsung dan berlanjut dengan lebih baik “sejahtera-aman-nyaman-sehat-damai” yang ditransformasikan ke dalam RTRW Provinsi.

“One Island One Management” dapat dipandang sebagai konsep pembangunan berkelanjutan bagi Bali. Salah satu produk Penataan Ruang adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).

RTRWP adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfatan ruang wilayah nasional dan pulau/kepulauan kedalam struktur dan pola ruang wilayah provinsi. Provinsi dimaksud adalah Bali. Bali sebagai salah satu dari ribuan
kepulauan di Indonesia memiliki kekhususan yang sekaligus menjadi keunikannya.

Baca juga:  Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan

Luas pulau Bali 563.666 Hektar dengan jumlah penduduk 4,2 juta jiwa lebih. Tantangan pembangunan di atas Pulau
Bali kini sedang berhadapan dengan fakta/data yang berhubungan dengan tata ruang sekaligus berdampak pada lingkungannya.

Jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Bali tertinggi saat sebelum pandemi pada 2019 mencapai 6,3 juta (travel.detik.com.2022), didukung oleh keberadaan 130.000 dari 200.000. Jumlah kamar hotel di Indonesia ada di Bali, dan 97.000 diantaranya ada di Badung.

Pembangunan dengan slogan Bali Baru yang dilandasi oleh visi Nangun Kerthi Sat Loka Bali mengindikasikan atau memberi peluang pemahaman bahwa pembangunan akan menggunakan teori modernisasi yang sangat mengedepankan pertumbuhan, atas segala persoalan di atas. Namun sayangnya pandemi meruntuhkan proyeksi
pertumbuhan dimaksud karena lokomotif pembangunan Bali melalui pariwisata menurun sangat drastis.

Pelajaran Bom Bali 1 dan 2 kiranya belum cukup untuk mereview pembangunan Bali, yang seharusnya lebih mendorong pada pengembangan dan pertumbuhan sektor primer dan tersier yang sesuai dengan potensi alam dan lingkungan Bali. Pandemi COVID yang berkepanjangan sejak awal tahun 2020 telah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Baca juga:  Dukung Pembangunan Berkelanjutan, Makin Banyak Inovasi Penurunan Emisi Karbon Dilakukan

Baru saja pemerintah mengendorkan beberapa persyaratan terhadap COVID-19 sehingga pasar dan pariwisata tumbuh dengan perlahan, kini varian Omicron baru yaitu XBB dan XBC telah mulai merebak di Indonesia sehingga dikhawatirkan terbitnya kembali PPKM yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi, kesehatan, dan lainnya.

Harapannya tentu semakin membaik dan perekonomian tumbuh menyangga kebutuhan pembangunan kita. Penataan ruang bukanlah hanya gambar pemanfaatan yang terlihat pada strukur dan pola ruang semata, namun dari hasil tersebut sebenarnya mampu menjawab kebutuhan masyarakat luas untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan yang adil dan sejahtera atas berbagai kondisi yang berlangsung dan akan terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Penulis, Guru Besar Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *