A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh A.A Ketut Jelantik, M.Pd.

Beberapa waktu lalu dunia pendidikan Bali dikejutkan oleh aksi demonstrasi siswa dan guru di salah satu SMP Negeri di Denpasar. Meskipun aksi demonstrasi warga sekolah bukan pertama kali terjadi di Bali, namun tak pelak kasus ini memunculkan sikap pro dan kontra. Bagi mereka yang pro menilai aksi demonstrasi tersebut sebagai bentuk implementasi kebebasan berekpresi.

Bentuk kepedulian warga sekolah terhadap dinamika yang terjadi di sekolah. Aksi demonstrasi tersebut juga merupakan peringatan bagi kepala sekolah untuk tidak semena-mena dalam mengeluarkan kebijakan. Sedangkan bagi yang kontra menilai aksi ini kurang etis dan elok dilakukan di sekolah. Mereka menilai masih ada cara-cara lain yang lebih elegan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul. Aksi demonstrasi hanya membuat gaduh suasana serta mengganggu proses pembelajaran di sekolah. Terlepas dari pro kontra tersebut, harus diakui jika sekolah merupakan miniatur kehidupan sosial masyarakat.

Apa yang terjadi di tengah masyarakat juga berlangsung di sekolah. Sekolah bukan ruang hampa yang kedap dari dinamika di sekitarnya. Dibutuhkan kepala sekolah yang mampu menjadi katalis antara kondisi luar sekolah dengan kondisi di dalam sekolah. Selain itu, kepala sekolah juga mampu menjadikan dinamika yang berlangsung di luar sekolah sebagai umpan balik pengembangan sekolah. Dalam kaitannya dengan kondisi tersebut maka dibutuhkan kepala sekolah yang paling tidak memiliki tiga hal yakni: integritas, daya penggerak, serta jiwa entrepreneur.

Baca juga:  Puluhan Guru Ikuti Diklat Cakep

Integritas adalah sejauh mana seseorang mampu memosisikan diri pada keadaan dimana terjadi kesatuan antara sikap, perilaku yang mencerminkan kejujuran kewibawaan dengan  prinsip moralitas sebagai dasar. Moralitas jujur, bertanggungjawab akan tercermin dalam setiap kebijakan yang diambil. Integritas sesungguhnya bisa berkembang lebih baik sepanjang orang tersebut berniat untuk mengembangkannya. Integritas yang tinggi bagi sosok kepala sekolah menjadi sangat penting. Tugas kepala sekolah berbeda dengan tugas pimpinan di lembaga atau instansi/ institusi lain. Kepala sekolah bertugas untuk membentuk sumber daya insani masa depan. Makanya, kepala sekolah akan selalu dijadikan referensi oleh bawahan termasuk siswa.

Jika kepala sekolah selalu mengambil keputusan secara sembrono, maka hal itu akan ditiru oleh para guru maupun siswa. Semakin tinggi integritas seorang kepala sekolah maka semakin tinggi pula kepercayaan bawahan. Kepercayaan tersebut dibentuk karena mengetahui moralitas kepala sekolah. Seorang kepala sekolah tidak akan mengalami permasalahan ketika memutuskan sebuah kebijakan baru, karena integritas yang bersangkutan telah teruji melalui perilaku dimana antara ucapan dengan perbuatan yang seirama.

Baca juga:  Gelebet dan Arsitektur Bali

Hasil penelitian berbagai kalangan menunjukan kemampuan kepala sekolah untuk menggerakan lingkungan berkontribusi tinggi terhadap upaya menciptakan kondusivitas serta kemampuan siswanya. Nah untuk itu Herlinger (2010) menyebutkan kemampuan menggerakan tersebut ditandai dengan kemampuan kepala sekolah untuk membangun kerja sama melalui budaya kerja serta mengedepankan pengembangan profesional gurunya. Agar mampu menggerakan lingkungan sekolah secara efektif, maka kepala sekolah selayaknya memahami gaya kepemimpinannya. Ada banyak hal yang bisa dilakukan kepala sekolah untuk menjadikan dirinya sebagai penggerak. Di antaranya yang paling mudah dilakukan adalah kemampuan berkomunikasi. Kemampuan komunikasi tentu bukan saja dalam bentuk verbal namun juga nonverbal.

Bahkan banyak yang menilai komunikasi non-verbal dalam bentuk gesture atau bahasa tubuh berperan sangat besar pada orang lain. Bahasa tubuh akan menjadi penentu apakah orang lain merasa nyaman atau tidak. Jika kepala sekolah masa bodo dengan prestasi siswa, enggan bertegur sapa dengan bawahan, tinggi hati, merasa diri paling pintar dan sejenisnya, tentunya tidak diharapkan terjadi di sekolah.

Hal lain yang juga harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagai bagian dari keterampilan manajemen adalah jiwa entrepreneur. Ciri dari jiwa entrepreneurship seorang kepala sekolah adalah sikap proaktif, inovatif serta keberanian mengambil risiko namun tetap berdasarkan perhitungan dan analisis yang matang. Bukan dilatarbelakangi ambisi untuk sekadar mengubah status quo. Proaktif dimaksudkan adalah kepala sekolah yang dengan kesadaran sendiri mengambil tindakan terhadap permasalahan yang mungkin akan terjadi. Bukan menunggu perintah atau momentum, apalagi membiarkan permasalahan mengendap.

Baca juga:  PPDB Zonasi, Warga Penyanding SMAN 1 Negara Protes

Membiarkan permasalahan menggantung, tidak ubahnya membiarkan api dalam sekam. Suatu ketika akan meletup, dan membara. Inovatif menggambarkan kapasitas yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam mengekplorasi peluangan yang masih tersembunyi, dan sekaligus memiliki kapasitas lebih untuk mengembangkan hal yang sudah ajeg. Jiwa entrepreneur kepala sekolah akan membantu para kepala sekolah untuk mengatasi problematika multidimensional yang acapkali terjadi di sekolah.

Tugas kepala sekolah berat. Dia adalah tokoh sentral di sekolah. Sebagai sosok yang menempatkan diri pada episentrum manajemen sekolah, maka kepala sekolah harus memiliki kemampuan komunikasi yang efektif, teruji integritasnya melalui pengalaman bertahun-tahun, serta mampu membaca tanda-tanda jaman melalui kemampuan entrepreneur-nya. Jika saja itu bisa dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka dipastikan suasana sekolah akan kondusif dan sekaligus menjadi herbarium bagi pengembangan dimensi profil pelajar Pancasila.

Penulis, Pengawas Sekolah di Dikpora Bangli

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *