A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh A.A Ketut Jelantik, M.Pd.

“Guru penggerak harus menjadi influencer. Artinya Bapak atau Ibu harus menjadi selebritis yang berdampak baik di dunia pendidikan agar menjadi panutan guru-guru lain,” kata Mendikbud Nadiem Makarim dalam sebuah dialog dengan calon guru penggerak beberapa waktu lalu.

Pernyataan Mendikbud Ristek tersebut mengisyaratkan besarnya harapan pemerintah terhadap eksistensi guru penggerak yang digadang-gadang akan mampu menjadi katalisator transformasi ekosistem pendidikan. Pada saat
yang bersamaan pernyataan itu juga beban dan tanggung jawab bagi guru penggerak. Sebab di bahu mereka cita-cita transformasi pendidikan ditancapkan.

Program guru penggerak merupakan salah satu program prioritas Kemendidkbud Ristek. Hingga tahun 2024 mendatang sebanyak 405.900 orang guru akan dilatih menjadi guru penggerak. Merekalah yang diharapkan menjadi pemimpin pembelajar.

Selain itu, para guru penggerak merupakan guru pilihan yang diproyeksikan menduduki jabatan strategis mulai dari
kepala sekolah, pengawas sekolah, kepala dinas hingga pejabat di Kemdikbud Ristek. Program guru penggerak telah dilaksanakan selama 2 tahun, kini jumlah guru penggerak telah mencapai 5.000 orang.

Baca juga:  Drona, Guru Besar Culas Miskin Hati

Berkaitan dengan peringatan Hari Guru Nasional tanggal 25 November, maka pernyataan sekaligus harapan Mendikbud Ristek tersebut layak untuk direnungkan dan dijadikan bahan refleksi oleh kalangan pendidik khususnya
mereka yang memperoleh stempel sebagai guru
penggerak.

Sebagaimana diketahui, guru yang berhak menyandang predikat guru penggerak bukan sembarang guru. Mereka telah melewati serangkaian tes skolastik, wawancara dan setelah itu, mereka wajib dikarantina melalui diklat, lokakarya, maupun konferensi.

Durasi kegiatan ini 9 bulan. Waktu yang cukup lama bagi sebuah kegiatan pengembangan profesi. Jadi, mereka ini orang pilihan.

Maka sesungguhnya komunitas pendidikan sudah tidak ragu lagi dengan kapasitas dan kapabilitas mereka.
Sesungguhnya ada tiga misi yang diharapkan
diimplementasikan oleh guru penggerak.

Mereka selain menjadi katalisator pengembangan siswa
secara holistik untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila, juga diharapkan mampu menjadi mentor/pelatih bagi guru lain dalam rangka pengembangan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik, serta menjadi referensi
hidup bagi lingkungan sekitar melalui praktik baiknya dalam kerangka transformasi ekosistem pendidikan.

Baca juga:  Penataan Ruang Bali Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Nah, pertanyaanya sekarang apakah mereka telah mampu melaksanakan tiga misi tersebut? Publik tentu bisa melihat dan merasakannya.

Guru bukanlah sosok yang hidup dan berkembang di ruang hampa. Ruang yang kedap dari persaingan di sekitarnya. Era persaingan ini menyebabkan sebagian guru terpengaruh perilaku hedonis, ekslusivisme, individualisme.

Inilah tantangan terbesar yang dirasakan oleh semua guru, termasuk guru penggerak. Guru penggerak dididik untuk memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual.

Oleh sebab itu, mereka telah mampu mengembangkan
sikap empati dan simpati dalam berbagai perspektif kehidupannya. Dengan demikian tidak ada alasan bagi guru penggerak untuk bersikap egois.

Kita tentunya berharap guru penggerak mampu mengeleminir tiga fenomena tersebut sehingga mereka benar-benar katalis perubahan di lingkungan sekitarnya. Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru menyebutkan ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, serta kompetensi profesional.

Baca juga:  Jokowi Jadikan Guru Penggerak sebagai Kepsek

Kompetensi pedagogik berkaitan langsung dengan kewajiban untuk menguasai teori belajar hingga memahami karakteristik peserta didik. Ada 6 indikator yang menjadi parameter apakah yang bersangkutan sudah kompeten atau belum. Kompetensi kepribadian berkaitan dengan sosok guru apakah yang bersangkutan bisa dijadikan teladan, memiliki etos kerja serta bertanggung jawab.

Ada 3 indikator yang harus dipenuhi. Kompetensi sosial yang mencakup 2 indikator berkaitan dengan apakah guru mengembangkan sikap terbuka, inklusif dan mampu menjalin komunikasi dengan lingkungannya. Sedangkan kompetensi profesional berkaitan erat dengan kemampuan profesional sebagai guru melalui kemampuan untuk menguasai konsep ilmu yang diajarkannya di sekolah.

Dalam kompetensi ini ada 2 indikator yang bisa diukur. Selamat Hari Guru Nasional, semoga guru benar-benar menjadi katalisator transformasi pendidikan di tanah air.

Penulis, Pengawas Sekolah di Disdikpora Bangli

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *