JAKARTA, BALIPOST.com -Salah satu isu yang mengemuka berdasarkan hasil pemantauan lembaga ini pada tahun 2016- 2019 adalah soal kekerasan perempuan yang dilakukan aparat keamanan di Tanah Air.
“Isu yang mengemuka dari pemantauan mengenai kondisi perempuan dalam konflik adalah pengalaman mengenai pengerahan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam diskusi bertajuk “Perkembangan Agenda Reformasi Sektor Keamanan Berperspektif Gender pada Penyikapan dan Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan dalam Konteks Konflik di Indonesia” yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Jumat (2/12).
Dikutip dari kantor berita Antara, Andy mengatakan di satu sisi kehadiran aparat keamanan diharapkan dapat memberikan rasa aman dan perlindungan yang mumpuni bagi warga sipil, namun di sisi lain kehadiran aparat keamanan tak jarang diikuti dengan risiko kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
Ketua Komnas Perempuan menyampaikan bahwa lembaga tersebut telah melakukan tinjauan ulang mengenai sejumlah dokumen pemantauan, khususnya soal kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan yang disebar sejak 2016 hingga 2019 di Kalimantan Barat, Aceh, Poso, Bima, Dompu, dan berbagai daerah lainnya.
Selain memantau kekerasan terhadap perempuan, kata dia, dokumen tersebut berisi tentang kebebasan beragama maupun konflik sumber daya alam yang bersinggungan dengan perempuan.
Dari temuan kekerasan terhadap perempuan tersebut, paparnya, Komnas Perempuan telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi bersama para mitra guna memastikan pertanggungjawaban dan mengupayakan jaminan agar tidak berulang. “Rekomendasi ini bagian dari upaya reformasi sektor keamanan yang memuat agenda untuk menguatkan kepemimpinan perempuan,” kata dia.
Agenda tinjau ulang dimaksudkan untuk memastikan sejauh mana rekomendasi telah ditindaklanjuti, termasuk capaian-capaian hingga tantangan yang dihadapi ke depannya.
Selain itu, ujar dia, kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian kampanye 16 hari terkait antikekerasan terhadap perempuan yang diperingati setiap tahun.
Tidak hanya itu, tambahnya, tinjau ulang dokumen pemantauan tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Internasional Penghapusan Perbudakan dan Perdagangan Orang yang jatuh pada 2 Desember setiap tahun. (Kmb/Balipost)