JAKARTA, BALIPOST.com – Dua subvarian COVID&19 mendominasi kasus di Indonesia. Keduanya, menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), adalah XBB dan BQ.1.
Juru Bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril, Jumat (2/12) dalam keterangan dikutip dari Kantor Berita Antara mengatakan keduanya mendominasi seluruh jenis varian COVID-19 yang beredar selama pandemi di Republik Indonesia. (RI). “Kalau kita kemarin BA.5 yang paling banyak mendominasi di Indonesia, ini sekarang sudah bergeser,” katanya.
Ia mengatakan bahwa bergesernya dominasi varian itu sudah terjadi sejak 10 Oktober hingga akhir bulan November 2022 lalu. Dalam data Kemenkes, tampak jika varian XBB dan BQ.1 sudah mendominasi proporsi COVID-19 sebanyak 90 persen.
Sedangkan varian BA.5 kini tinggal 10 persen. “Berarti bisa dikatakan proporsi varian baru ini hampir 100 persen adalah XBB maupun BQ.1,” katanya.
Menurut Syahril dengan potensinya yang mampu menginfeksi lebih cepat, dominasi ini harus diwaspadai oleh seluruh masyarakat, terutama dalam menyambut libur panjang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 yang tinggal menghitung hari. Ia mengimbau agar semua pihak segera melengkapi dosis vaksinasi COVID-19 yang dapat meningkatkan antibodi melawan virus.
Sebab, dalam data periode 4 Oktober-21 November 2022 yang dihimpun Kemenkes, jumlah pasien dengan gejala sedang-berat-kritis sudah mencapai 17.442 orang. Jika dikaitkan dengan dampak tidak divaksinasi, maka 39 persen di antaranya belum divaksinasi, tujuh persen baru menerima dosis satu, 25 persen menerima dosis kedua dan penerima booster baru 29 persen.
Sementara jumlah orang yang meninggal dalam periode yang sama mencapai 2.449 jiwa. Dimana 48 persen di antaranya belum divaksinasi sama sekali, delapan persen lainnya baru menerima dosis pertama, 26 persen menerima dosis kedua dan yang sudah booster hanya 18 persen.
“Proporsi ini sangat mempengaruhi masuknya seseorang dalam perawatan di rumah sakit. Di sini terlihat usia usia yang dirawat memang yang tertinggi adalah usia di atas 60 tahun dan belum divaksinasi,” katanya.
Syahril juga menyatakan jika 40-50 persen kematian pada pasien di rumah sakit akibat COVID-19 berada pada kelompok yang belum divaksinasi lengkap.
Terlepas dari dominasi XBB dan BQ.1, pemerintah terus berupaya untuk menjaga situasi tetap terkendali melalui enam strategi menuju endemi. Selain vaksinasi, pemerintah juga menyosialisasikan risiko penularan dan menekankan bahwa COVID-19 masih ada.
Selain itu, pemerintah sedang memastikan kesiapan pelayanan kesehatan dari hulu hingga hilir. Salah satunya dengan melakukan transformasi kesehatan dengan enam pilar.
Penguatan testing dan sekuensing turut dilakukan, selain melalui Antigen dan PCR pemerintah turut menggalakan Whole Genome Sequencing (WGS) yang mulai diperluas di semua laboratorium Indonesia untuk memastikan varian baru lain yang lahir dari mutasi COVID-19.
Pemerintah juga mempersiapkan antisipasi jika terjadi lonjakan kasus melalui monitoring harian untuk mengambil kebijakan yang tepat pada publik. Terakhir, melakukan tindakan dan pengendalian secara menyeluruh dan berkesinambungan.
“Vaksinasi ini menjadi bagian upaya atau strategi kita dalam mencapai akhir pandemi. Di samping kita harus selalu senantiasa mengkomunikasikan risiko-risiko pada masyarakat bahwa pandemi COVID-19 masih ada di sekitar kita,” demikian Mohammad Syahril. (kmb/balipost)