Suasana di Keraton Solo, Surakarta. (BP/Antara)

SOLO, BALIPOST.com – Keraton Surakarta meminta pemerintah agar turun tangan terkait konflik yang kembali terjadi hingga berujung pada baku hantam, Jumat (23/12) malam. Konflik terjadi antara pihak Paku Buwono XIII dengan kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) pimpinan GKR Koes Moertiyah.

Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo KRA Dani Nur Adiningrat, Sabtu (24/12) dikutip dari Kantor Berita Antara mengatakan terkait dengan konflik yang terjadi pada Jumat petang tersebut perlu adanya keterlibatan pemerintah. “Kejadian ini adalah kejadian kekerasan yang terjadi beruntun, bukan cuma antara orang dan orang. Ini lebih saya sikapi adalah penyerangan terhadap para pelaku-pelaku budaya, tokoh budaya, masyarakat yang peduli budaya,” katanya.

Ia mengatakan keraton sebagai salah satu pilar penyangga budaya sehingga perlu dijaga kelestariannya termasuk keamanannya. “Mau dibawa ke mana, keraton kan merupakan kediaman raja, abdi dalem (pelaksana operasional) diminta menjaga kalau diserang oknum manapun artinya menyerang fisik dan kehormatan. Harapannya pemerintah turun tangan untuk mengamankan situasi, menjaga kondusivitas sinuwun (raja) dan keluarganya yang selama ini menjaga pilar kebudayaan bangsa dan diakui oleh pemerintah,” katanya.

Baca juga:  Jaga Kamtibmas, Kapolsek Denut Temui Puluhan Warga NTT

Termasuk mengenai penyerangan, ia meminta agar diusut tuntas siapa dalang di baliknya. “Di balik penyerangan ini ada apa sehingga jelas. Ini kan bermula dari dugaan pencurian dan pengancaman pada salah satu pembantu yang menjaga di keputren, (bagian istana tempat tinggal para putri raja). Kok larinya ke penguasaan keraton,” katanya.

Mengenai keberadaan LDA, dikatakannya, tidak ada lembaga apapun yang kewenangannya di atas raja.

Baca juga:  Gudang Dibobol, Miras Impor Senilai Setengah Miliar Raib

“Keraton itu di zaman PB XII hingga XIII ini tidak ada lembaga apapun, atas nama apapun yang lebih tinggi daripada raja. Kawasan adat ini adalah taat, patuh, dan tunduk pada pemimpinnya, tanpa terkecuali,” katanya.

Sementara itu, konflik semalam bermula dari dugaan pemukulan terhadap salah satu kerabat keraton Sentono Ndalem Keraton Kasunanan Surakarta, KRA Christophorus Aditiyas Suryo Admojonegoro.

“Akhirnya abdi dalem kami dapat dhawuh dalem untuk mengamankan area keraton. Maksudnya mengamankan adalah biar tidak lalu lalang sedemikian rupa, pintu itu ditutup. Ditutup tetapi menempatkan abdi dalem untuk jaga pintu tersebut,” katanya.

Namun ternyata terjadi pemukulan terhadap abdi dalem oleh beberapa orang dengan membawa pentungan.

Baca juga:  Jual Buah Segar, Pemprov Bali dan PT. GGF Jalin Kerjasama

“Ada yang pakai pentungan dan lain sebagainya sampai jatuhlah korban, ada sekitar 4-5 orang. Perlakuan ini sudah di batas kemanusiaan, di area cagar budaya yang harusnya dijunjung tinggi siapa yang bertugas,” katanya.

Dari pihak LDA yang diwakili oleh Kanjeng Pangeran Eddy S Wirabhumi mengatakan LDA yang berisi sebagian putra dan putri PB XII keberatan dengan penutupan pintu keraton secara sepihak oleh raja karena keraton merupakan aset bangsa sehingga jangan diperlakukan seperti rumah sendiri.

“Nyatanya sekitar 50 orang memaksa mengunci semuanya. Ada oknum aparat dengan mengeluarkan pistol ya tentu takut. Ini perlu dapat perhatian serius dari pengampu kepentingan yang menaruh aparat di sini,” kata suami dari GKR Koes Moertiyah tersebut. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *