Ngurah Weda Sahadewa. (BP/Istimewa)

Oleh Sahadewa

Keadaan perekonomian Global ditengarai mengalami kelesuan akibat perlambatan. Salah satu dugaan yang mengemuka atas kemungkinan perlambatan itu adalah adanya permintaan yang menurun terhadap produk Indonesia. Keadaan ini sepertinya diperparah dengan keadaan yang menunjukkan adanya kemungkinan meningkatnya angka ataupun jumlah kemiskinan. Inilah proses terpenting dari tulisan ini. Bergerak untuk dapat menangkal pergerakan di tengah situasi yang mungkin lebih buruk pada masa yang akan datang (2023) yaitu pergerakan perekonomian yang memburuk.

Perekonomian yang memburuk secara filosofis dapat ditelusuri dari keadaan yang nyata ada. Pertama, keadaan yang menunjukkan bahwa kondisi itu riil namun berbicara ke depan tentu tidak dapat dipastikan seluruhnya sebagaimana kehati-hatian yang ditunjukkan Presiden Jokowi dengan mengingatkan bahwa hati-hati terhadap kondisi ekonomi yang tak dapat diprediksi pasti terutama konteks 2023. Bank Indonesia tampaknya juga sudah berupaya keras untuk mengantisipasi namun perlu dilihat lebih jauh perubahan yang terjadi.

Perubahan adalah sebuah bentuk nyata dari keadaan namun keadaan yang sebenarnya belum menampakkan diri jika ada berbagai kendala yang menyertainya. Kendala pertama adalah memungkinkan masyarakat tidak rela disebut miskin. Kendala kedua adalah tidak relanya pemerintah ataupun negara untuk menetapkan bahwa kekuatan pemerintah ataupun negara mampu menanggulangi segala bentuk kemungkinan dengan gambaran yang semakin nyata adanya.

Baca juga:  Kualitas Kakao Fermentasi Jembrana Diakui Dunia

Dari dua kendala itu mampu dicarikan jalan keluarnya dengan cara pertama, menentukan tingkat kemiskinan dengan variabel yang lebih variatif.  Kedua, dengan jalan atau cara menetapkan bahwa kesejahteraan bukan milik satu dua kelompok. Kedua kendala yang telah dicarikan jalan keluarnya tersebut tidak langsung diterapkan melainkan diuji keabsahan dengan konstitusi dan inilah sebagai pintu masuk untuk merambah dunia kesejahteraan yang lebih luas dalam mencarikan jalan keluar yang lebih aplikatif. Untuk itu keterpaduan antara berbagai bentuk keabsahan dalam konstitusi perlu dicarikan juga jalan keluarnya yang lebih applicabl

Keterangan data penting artinya untuk menentukan apakah prediksi tahun 2023 secara ekonomi worthy. Inilah yang menduga dan dugaan itu berdasarkan kebenaran. Kebenaran itupun didasarkan atas bentuk-bentuk kebenaran yang lebih rinci. Inilah yang disebut dengan data. Data merupakan ketentuan terselubung ataupun terbuka dalam pengertian dapat dipertanggungjawabkan mengingat pertimbagan ilmiah. Inilah pula yang menjadikan keberadaan ilmuwan ekonomi penting artinya untuk memberikan keterbukaan data itu kepada khalayak sehingga keberadaan presiden secara politis dapat diberikan masukan penting dalam menyikapi segala kemungkinan yang akan terjadi di 2023 itu. Sudah pasti sebelum mengumumkan sesuatu presiden tentu mestinya sudah memperoleh masukan itu. Akan tetapi, keberadaan politis presiden menjadi tantangan tersendiri bagi kebenaran secara keilmiahan ekonomi sehingga apapun yang terjadi adalah bentuk kesinergisan untuk menanggulanginya jauh sebelumnya sekalipun 2023 tinggal menghitung hari.

Baca juga:  Kebudayaan Kritis Konstruktif

Kepasrahan atas keadaan, mungkin sekali menjadi salah satu jalan keluar yang realistis namun tentu ada yang lebih realistis dari sekadar itu. Sebabnya adalah kepasrahan akan terjadi apabila sudah ada upaya yang optimal adanya itu. Jika tidak namanya fatalistis yang dapat berkembang kepada fatalisme. Akan tetapi mengingat bangsa kita adalah bangsa pejuang sudah tentu tidak membiarkan presiden berjuang sendirian belaka mengingat kegotongroyongan kita adalah kegotongroyongan yang komprehensif untuk membimbing bersama diri kita sebagai bangsa untuk menunjukkan diri sebagai bangsa yang besar dalam pengertian yang sesunggguhnya.

Kekuatan sebagai bangsa yang besar tidak berarti dikonotasikan sebagai petarung sejati saja melainkan mengerti bahwa bertarung secara ekonomi memiliki nilai kemanusiaan. Sesuai dengan sila kedua Pancasila yang menentukan bagaimana ekonomi yang dibangun dan dikembangkan menjadikan Indonesia sebagai negara yang manusiawi. Dengan menjunjung harkat dan martabat bangsanya untuk tidak terpuruk kepada kemiskinan yang meluas melainkan kemiskinan yang tidak saja menurun dari segi jumlah namun pula kualitas kemiskinannya juga menurun. Kemiskinan yang menurun secara kualitas berarti orang miskin sudah semakin nyata bukan pura-pura tidak miskin namun sebenarnya masih miskin. Kepura-puraan tidak miskin ini bukan ditentukan oleh person atau pribadi melainkan sistem ekonomi sendiri sudah mampu melenyapkan garis kemiskinan dengan dasar tidak sebatas income percapita melainkan mampu menetapkan bahwa orang miskin adalah bukan orang yang mandiri. Selanjutnya, dapat disimpulkan perekonomian global dapat terbantukan apabila masing-masing negara mampu untuk mandiri.

Baca juga:  Tiga Pesilat Bali ke Kejuaraan Dunia

Kemandirian masing-masing negara hanya mungkin dengan cara bahwa negara itu mesti tahu dan mengerti bahkan sadar diri jika sebenarnya dirinya mampu. Kemampuannya bervariasi sehingga diperlukan kerjasama antar negara. Inilah yang mampu menciptakan dunia yang lebih berkesejahteraan secara berkualitas dengan catatan Presiden kita tidak hidup di zaman penjajahan.

Penulis, Dosen Fakultas Filsafat UGM

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *