Warga Tenganan Pegringsingan membawa empat jenis padi ke sejumlah Pura yang ada di sana sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Berbagai cara dilakukan umat Hindu untuk sebagai wujud syukur kepada Ida Hyang Widhi Wasa. Seperti yang dilakukan oleh warga Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

Warga setempat mempersembahkan empat jenis padi ke sejumlah Pura yang ada di sana sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Kelian Desa Adat Tenganan Pegringsingan I Putu Yudiana mengatakan, tradisi tersebut dilaksanakan pada Purnama Sasih Kedasa.

Tradisi ini dilakukan setahun sekali. Ada empat jenis padi yang dipersembahkan tersebut diantaranya padi jaga atau padi yang tumbuh di tegalan bukan di sawah sebanyak 2 pesel (ikat), padi injin 2 pesel, padi ketan merah 2 pesel dan padi taun abayan atau padi Bali sebanyak 14 pesel.

Baca juga:  Karangasem Bertambah 7 Kasus COVID-19, Kecamatan Ini Terbanyak Sumbang Warga Terjangkit

“Untuk 2 pesel padi akan dijadikan 1 tegen atau tanggung atau dalam bahasa Indonesia pikul, sehingga untuk nanggung atau yang memikul padi tersebut dibutuhkan sebanyak 10 orang. Dan yang bertugas untuk nanggung padi tersebut adalah krama Desa yang kedudukannya paling atas termasuk Kelian Desa Adat,” ujarnya.

Yudiana, menambahkan, selama proses tersebut krama Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang bertugas nanggung empat jenis padi tersebut untuk dipersembahkan ke beberapa Pura yang ada di sana di barisan paling depan bertugas sebagai pemuja yaitu yang membawa banten. Selama proses tersebut krama juga wajib menggunakan pakaian adat Tenganan Pegringsingan tidak memakai baju dan memakai saput gringsing.

Baca juga:  Padukan Alam dan Budaya, Desa Adat Batuaji Ingin Jadi Desa Wisata

Selama nanggung atau memikul empat jenis padi tersebut, juga tidak diperbolehkan ada yang jatuh sedikitpun. Jika seandainya ada padi yang jatuh, yang memikul akan dikenakan sanksi berupa skors atau tidak boleh mengikuti kegiatan dan yang lainnya yang ada di Desa Adat Tenganan Pegringsingan selama 3 hari.

“Karena ini merupakan tradisi yang sangat sakral yang kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi jadi jika ada padi yang terjatuh maka yang nanggung akan kena sanksi,” jelasnya.

Baca juga:  Desa Adat Penyaringan Gelar "Mendem Pedagingan"

Dia menjelaskan, setelah selesai melaksanakan persembahan ke beberapa Pura, padi tersebut akan dilungsur atau diambil kembali. Nantinya akan dibagikan ke masing-masing krama Desa Adat Tenganan Pegringsingan untuk digunakan sebagai bibit untuk ditanam kembali baik di sawah maupun di tegalan. “Kita percaya dengan menggunakan bibit padi yang sebelumnya sempat dipersembahkan tersebut, maka hasil panen yang akan didapat nantinya akan lebih bagus dan berisi,” jelas Yudiana. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *