Oleh I Wayan Ramantha
Program literasi dan inklusi pasar modal ke desa adat bagi sementara kalangan mungkin terasa aneh, apalagi kalau dibayangkan manfaatnya bagi masyarakat. Program seperti ini, kalau dibandingkan dengan kondisi empat puluh tahun lalu, sebetulnya sama dengan kita memandang Handphone (HP) sebagai sarana telekomunikasi yang bersifat mobile. Saat itu, Pembantu Rektor saja (kini disebut Wakil Rektor) tidak ada yang menggunakan HP. Tapi sekarang, Pembantu Rumah Tangga sudah pasti menggunakan HP, minimal satu.
Contoh tadi merupakan cermin bahwa kemajuan teknologi informasi akan membantu kita untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata ke seluruh pelosok pedesaan (inklusi). Literasi dan inklusi pasar modal ke desa adat, sesungguhnya merupakan implementasi Ekonomi Kerthi Bali menuju Bali Era Baru.
Sejak disahkannya program Ekonomi Kerthi Bali oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan dimasukkannya cetak biru Ekonomi Kerthi Bali oleh Bappenas dalam perencanaan nasional, di depan Gubernur dan Menteri Bappenas, saya sudah mengatakan bahwa Ekonomi Kerthi Bali sangat memerlukan KOSTER (Knoladge, Organizing, Strong, Trust, Equilibrium, Responsibility). Tanpa KOSTER, dia akan menjadi dokumen ompong. Kenapa ? karena pengalaman Indonesia pada zaman pemerintahan sebelum Presiden Jokowi, pernah punya Master Plan Pembangunan dan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Bali dalam MP3EI dicanangkan sebagai pintu gerbang pariwisata nasional. Tapi fisiknya hampir tidak ada yang terealisasi.
Program literasi pasar modal kepada seluruh masyarakat yang ada di 1493 desa adat di Bali, adalah merupakan penyebaran pengetahuan (Knoladge) yang sangat bermanfaat bagi mereka. Kegiatan ini pasti ada yang mengatur, untuk setidaknya siapa yang melakukan apa (organizing). Misalnya, bagaimana peran dan bantuan OJK, Bursa Efek Indonesia dan Majelis Desa Adat.
Memperkenalkan sesuatu yang baru bagi masyarakat pedesaan, kita harus dapat mempengaruhi pola pikir (mindset)-nya, perlu waktu dan kesabaran. Pihak terkait harus pantang menyerah (strong), karena program ini bersifat jangka panjang.
Dengan kerja keras secara berkesinambungan, program ini akan memperoleh kepercayaan (Trust) masyarakat. Apalagi setelah ada bukti, bahwa sebagian masyarakat desa adat yang lain telah merasakan keuntungannya.
Program ini merupakan cara ampuh untuk menjaga keseimbangan ekonomi (Ekuilibrium), baik berdasarkan geografis maupun secara demografis. Bagaimana tanggung jawab (Responsibility) Pemerintah Daerah, dalam pelaksanaan program ini.
Program literasi dan inklusi pasar modal ke desa adat perlu infrastruktur penunjang yang menelan investasi ratusan miliar. Internet harus merata ke seluruh pelosok. Karena itu Gubernur Bali menginvestasikan dana untuk infrastruktur dasarnya saja mencapai Rp600-an miliar. Proyek ini disebut sebagai Turyapada KBS 6.0 Kerthi Bali.
Taman teknologi ini disamping sebagai penunjang literasi dan inklusi pasar modal ke seluruh plosok desa adat, juga berfungsi sebagai destinasi dan diversifikasi pariwisata baru. Proyek Turyapada Tower kemudian juga akan menjadi inklusi pariwisata bagi Kabupaten Bulelang.
Potensi berkembangnya pasar modal bagi masyarakat desa adat sangat jelas. Beberapa indikatornya bisa diperhatikan dari besarnya simpanan masyarakat di LPD yang lebih tinggi dibandingkan dengan pinjamannya (Loan to Deposit Ratio)-nya rata-rata 65 persen. Artinya, ada 35 persen dikurangi cadangan likuiditas (setara Rp 4,45 triliun) yang merupakan dana nganggur. Indikator lainnya cukup banyak masyarakat yang ikut judi buntut, judi on line dan judi bola di tingkat pedesaan. Setelah mereka paham berinvestasi di pasar modal, melalui HP di manapun mereka berada, akan bisa berinvestasi secara legal yang jauh lebih aman dibandingkan dengan judi ilegal.
Penulis, Guru Besar FEB Unud, warga Desa Adat Tegaltamu