SEMARAPURA, BALIPOST.com – Penutupan akses berenang pada tiga pantai di Nusa Penida, terus mengundang reaksi beragam dari para pelaku pariwisata. Setelah datang dari HPPNP, kini protes terhadap penutupan akses berenang itu datang dari salah satu pelaku pariwisata lainnya, Ni Luh Komang Ari Ayu Ningrum, Minggu (12/2). Pelaku pariwisata yang bergerak pada jasa penyebrangan fast boat ini, menilai keputusan tersebut sebagai blunder yang sangat memengaruhi kunjungan wisatawan ke Nusa Penida.
Menurut dia, terhadap sederet insiden WNA yang terjadi di tiga objek wisata itu, baik di Kelingking Beach, Diamond Beach, maupun Angel Billabong, seluruh pihak seharusnya tidak reaktif. Keputusan untuk menutup akses berenang, dinilainya sebagai bentuk keputusasaan atas segala bentuk tantangan yang terjadi, dalam upaya untuk terus membangun Kawasan Nusa Penida menjadi lebih baik. “Kami terus melakukan promosi, memperlihatkan bagaimana indahnya Nusa Penida. Termasuk keindahan alam bawah lautnya. Sekarang tiba-tiba ditutup, sebagai pelaku pariwisata, jelas kami amat dirugikan,” ujar Ningrum, saat ditemui disela-sela kegiatannya, menjalankan usaha fast boat.
Semestinya, ketika terjadi insiden, mari duduk bersama dan mencari jalan tengahnya, untuk mewujudkan pengelolaan pariwisata yang bertanggung jawab. Menjadikan ketiga tempat tersebut sebagai objek wisata hingga dikenal masyarakat luas sebagai salah satu destinasi unggulan, tidaklah mudah. Butuh proses panjang semua pihak, baik itu pemerintah, pelaku pariwisata maupun masyarakat setempat. “Ketika ada demand (permintaan) dari pariwisata, maka tentu harus ada prospek yang jelas. Berenang adalah satu ketertarikan wisatawan untuk datang. Jadi, tidak bijak harus ditutup. Mestinya kita harus perbaiki hospitalitynya. Salah satunya dengan segera menempatkan tenaga balawista yang profesional disana,” tegasnya.
Keberadaan suatu potensi alam, harus dikelola sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, ekonomi dan budaya yang terintegrasi. Jika suatu keputusan tidak berpihak kepada masyarakat terhadap suatu proses pembangunan ekonomi pariwisata yang sudah berjalan, ini bisa menimbulkan shock culture, karena keputusan itu dilaksanakan tidak melalui frame yang ada. Sebab, keindahan Nusa Penida sebagai destinasi unggulan pariwisata sudah tidak terbantahkan. Maka, setiap kelemahan yang muncul dalam prosesnya, selayaknya dapat dibicarakan dengan kepala dingin, untuk menelorkan win win solution yang menguntungkan masyarakat, pelaku pariwisata dan pemerintah sendiri.
“Framing ini harus dapat diciptakan, meski sudah terlambat. Setelah memungut retribusi masuk kawasan Nusa Penida Rp 25 ribu per orang, maka kita semua wajib memberikan seluruh fasilitas yang dibutuhkan dalam berwisata, termasuk hopitalitynya (perlakuannya),” sorotnya.
Disisi lain, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta didampingi Kepala Dinas Pariwisata Klungkung Ni Made Sulistiawati, Minggu (12/2) tetap menegaskan penutupan akses berenang pada tiga pantai itu, tetap dilakukan sambil menunggu situasi cuaca membaik. Pemerintah daerah juga tetap mengamati bagaimana dampak keputusan tersebut, baik dari sisi kunjungan wisatawan maupun dampak ekonomi bagi pelaku pariwisata. Berbagai upaya terus ditempuh untuk mewujudkan jalan tengah yang terbaik, termasuk segera menugaskan tenaga balawista.
Sejauh ini, pemerintah daerah mengamati penurunan kunjungan wisatawan sejak akses berenang diturup, seperti ke Kelingking Beach, dikatakan tidak terlalu signifikan, rata-rata sekitar 10 persen. Sementara penurunan kunjungan ke Diamond Beach pascapenutupan akses berenang ini cukup tinggi, rata-rata 40 persen. Khusus untuk Angel Billabong, tidak terjadi penurunan signifikan. “Kalau nanti situasi sudah membaik, maka kami akan pertimbangkan kembali, agar akses berenang ke pantai bisa dibuka lagi kepada wisatawan,” kata Bupati Suwirta. (Bagiarta/Balipost)