Terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E menyapa pengunjung (kiri) usai menjalani sidang lanjutan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (11/1/2023). (BP/Dokumen Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera menemui Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait teknis pengamanan Bharada E apabila sudah berstatus sebagai narapidana. Demikian disampaikan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Jakarta, Jumat (17/2).

Dikutip dari Kantor Berita Antara, Hasto mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dirjenpas dan nantinya dengan kalapas terkait penempatan Eliezer. Hasto mengatakan lembaga yang dipimpinnya memastikan akan terus mengawal dan memberikan perlindungan kepada Richard Eliezer hingga yang bersangkutan bebas.

Baca juga:  Kejagung Tidak Ajukan Banding Vonis Bharada E

“Masih ada kewajiban bagi LPSK untuk mengawal, melindungi, dan memberikan pengamanan bagi Eliezer,” kata dia.

Pada kesempatan itu, ia berharap keputusan yang diambil Hakim Wahyu Iman Santoso dan dua hakim anggota lainnya beserta model yang diterapkan Kejaksaan Agung bisa menjadi role model bagi penegakan hukum di masa depan.

Sejak awal seseorang yang berstatus sebagai justice collaborator memang harus mendapatkan hak-haknya seperti perlindungan dari LPSK, perlakuan khusus oleh polisi hingga mendapatkan atau memperoleh penghargaan dari hakim atas peran justice collaborator berupa keringanan hukuman.

Baca juga:  Kasus PKD di Desa Adat Taro Kelod Berakhir Damai

Tidak hanya kepada Kejagung dan majelis hakim, LPSK menyampaikan apresiasi bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) atas kolaborasi yang baik dalam mengusut tuntas kasus yang terjadi pada 8 Juli 2022 tersebut.

“Kerja sama Rutan Bareskrim dengan LPSK sangat baik sehingga LPSK bisa menjalankan tugas dengan sangat baik pula,” ujarnya.

Lima terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J mendapatkan vonis yang berbeda-beda. Ferdy Sambo yang merupakan otak dari pembunuhan itu dijatuhi hukuman mati. Kemudian istrinya, Putri Candrawathi dihukum 20 tahun penjara.

Baca juga:  Ajudan Ketua KPK Tak Hadiri Panggilan Polda Metro Jaya

Selanjutnya terdakwa Kuat Maruf dan Ricky Rizal Wibowo masing-masing divonis 15 dan 13 tahun penjara. Sementara, Richard Eliezer dari awalnya dituntut 12 tahun penjara dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *