Bupati I Gede Dana. (BP/Ist)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Memasuki tahun 2023, aspirasi dan dukungan terhadap terobosan Gubernur Bali, Wayan Koster, dan Wakil Gubenur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Ace), mengalir deras di sejumlah kabupaten. Deklarasi padat massa menggema dan terus menguat.

Kerja fokus, tulus, ikhlas dan tuntas yang dilakukan Gubernur Bali yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini memang pantas dan layak diapresiasi. Sebanyak 44 Tonggak peradaban Bali Era Baru yang dipayungi visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali telah mengantarkan Bali mengalami lompatan besar dalam berbagai hal.

Regulasi tertata, Kebudayaan terawat, bahasa Bali terlindungi. Potensi lokal penopang bangkitnya ekonomi kerakyatan digarap. UMKM pun bangkit. Infrastruktur monumental dan bermanfaat bagi rakyat Bali menjadikan Bali makin mudah dan nyaman dijangkau. Pelestatrian kawasan suci dan keberpihakan terhadap desa adat di Bali bukti nyata keberpihakan yang tulus terhadap Bali.

Kerja keras empat tahun pertama masa pemerintahan Gubenur Koster-Ace memang sarat aspirasi. Wayan Koster dan Cok Ace amatlah pantas untuk melanjutkan kepemimpinannya, setidaknya itulah suara yang menggema setiap Gubenur Koster menggelar simakrama. Koster Ace dua periode kini menjadi ‘’suara nyaring’’ di  Bali.

Baca juga:  Puluhan Ribu Penduduk Karangasem Belum Rekam E-KTP

Untuk kinerja yang tak kenal lelah ini, Bupati Karangasem, I Gede Dana, mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Bali, Wayan Koster. Terlebih telah berani mengambil langkah cermat dan efektif melegalkan arak tradisonal Bali lewat Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/atau Destilasi Khas Bali. Dengan adanya Pergub itu mampu menyelamatkan perekonomian ribuan masyarakat Karangasem khusunya warga yang bergelut sebagai perajin arak tradisional di Kabupaten Karangasem.

Bupati Gede Dana mengungkapkan, berbicara masalah arak Bali, produksi terbanyak ada di Kabupaten Karangasem. Karena arak tradisional Karangasem memiliki kualitas yang sangat bangus. Sehingga dengan adanya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/atau Destilasi Khas Bali, kini para perajin arak tradisonal ini dilindungi oleh payung hukum. “Jadi, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Gubernur Bali, Wayan Koster, yang telah memperhatikan para perajin arak tradisional ini, khususnya di Karangasem. Karena dengan adanya pergub ini, maka mampu menyelamatkan perekonomian ribuan keluarga khusus warga yang menjadi perajin arak karena mereka merasa terlindungi ketika melakukan produksi dan menjual arak mereka,” ujarnya.

Baca juga:  Masyarakat Banjar Adat Kebon Gelar "Usaba Dangsil"

Pihaknya berharap ke depannya arak tradisonal Bali semakin terkenal. Terlebih lagi, saat ini arak tradisional Bali sudah direspons positif dan diakui oleh dunia.

Bahkan, arak tradisional Bali ini sudah dijadikan minuman spirit ketujuh dunia. Sehingga, apa yang telah dilakukan oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, ini sangat luar biasa untuk melindungi para perajin tradisional arak Bali.

“Kita harap kedepan arak tradisional Bali semakin mendunia. Jadi, kami berharap perajin ikut mensuport dan menyosialisasikan sehingga arak tradisional Bali tidak ada cacatnya atau disalahgunakan,” harap Gede Dana.

Ia menyatakan, pihaknya terus menyosialisasikan Pergub arak ini dan menindak para perajin arak nakal yang memproduksi arak berbahan gula ini. Ia menjelaskan, khusus di Kabupaten Karangasem tercatat ada sebanyak 2.285 perajin arak tradisional.

Baca juga:  Perencanaan Kawasan Pusat Budaya Bali

Bila, setiap KK ada lima orang perajin, maka ada sekitar 10 ribu warga Karangasem yang bergelut sebagai perajin arak tradisional. “Ini baru perajin saja, belum pengusaha-pengusahanya. Jadi, jumlahnya lebih banyak lagi. Sehingga, dampak Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 cukup besar, dan semoga arak tradisional Bali semakin lebih terkenal nantinya,” harapnya.

Dia menjelaskan, masyarakat atau perajin arak tradisional di Karangasem bisa lebih dikembangkan ke depannya. Masyarakat bisa mengembangkan lagi pohon kelapa, enau, maupun ental. Karena bahan baku untuk arak tradisional adalah berasal dari pohon tersebut. “Jika tidak dikembangkan tanaman penghasil arak ini, maka nantinya bisa berkurang dan bahkan bisa punah. Jadi, kita minta lahan-lahan yang kurang produktif bisa ditanami pohon tersebut agar bisa menghasilkan bahan baku tuak ini untuk dijadikan arak,” jelasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *