Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Ogoh-Ogoh dan Perayaan Nyepi untuk Nangun Sat Kerthi Loka Bali'' di Warung Bali Coffee 63 A Denpasar, Rabu (15/3). (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pawai ogoh-ogoh menjadi momentum yang sangat dinanti menjelang Hari Suci Nyepi. Pasalnya, salah satu prosesi menjelang Nyepi adalah pawai/ngarak ogoh-ogoh yang digelar pada malam Pangerupukan atau sehari sebelum Nyepi. Biasanya, pawai ogoh-ogoh dilakukan mengelilingi desa adat setempat yang bertujuan menyerap energi-energi negatif di sekitarnya.

Pawai ogoh-ogoh menjadi ajang pengembangan kreativitas warga, terutama anak-anak muda yang tergabung dalam wadah sekaa teruna di Bali. Oleh karena itu, menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Çaka 1945 yang jatuh pada 22 Maret 2023, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menyelenggarakan Lomba Ogoh-ogoh se-Bali. Penilaian dilakukan melalui seleksi dari tingkat kecamatan. Selanjutnya, ogoh-ogoh terbaik pada tingkat kabupaten akan dipilih predikat I, II, dan III.

Ketua Sekaa Truna Tunas Muda Br. Dukuh Mertajati Sidakarya, I Wayan Pageh Wedhanta mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Denpasar dan Provinsi Bali yang telah memberi ruang kepada anak-anak muda Bali dalam berkreativitas seni melalui lomba ogoh-ogoh. Sebab, dengan lomba ogoh-ogoh ini semakin menambah semangat yowana Bali dalam mengkreasikan kreativitas seni ogoh-ogohnya. Apalagi, dalam lomba ogoh-ogoh ini telah ditentukan syarat bahan-bahan yang digunakan dan temanya telah ditentukan. Sehingga, pembuatan kreativitas seni ogoh-ogoh tidak menggunakan bahan-bahan yang merusak lingkungan.

Ogoh-ogoh STT Tunas Muda yang masuk nominasi juara di Densel tahun ini menggunakan bahan limbah kulit kelapa, buah-buahan dan tetap melibatkan mahluk hidup yakni ikan hias.

Baca juga:  Soal Dugaan Pemerkosaan Libatkan 5 Pria, Korban Diancam dengan Foto Telanjang

Selain itu, Pageh Wedhanta mengatakan bahwa melalui pembuatan ogoh-ogoh ini semakin memupuk persatuan anak-anak muda di tingkat banjar adat. Sebab, semua terlibat dalam pembuatannya. Termasuk guna menemukan tokoh baru di undagi ogoh-ogoh, seni tabuh, dll. Inilah yang ia sebut memberi ruang kepada anak-anak muda untuk berkreativitas seni membuat ogoh-ogoh yang belum pernah didapatkannya di sekolah.

Lantas, apa kaitannya ogoh-ogoh dengan perayaan Hari Suci Nyepi? Akademisi UHN I Gusti Bagus Sugriwa, Dr. I Made Adi Surya Pradnya, S.Ag., M.Fil.H., mengatakan bahwa ogoh-ogoh merupakan media atau sarana untuk panyomian bhuta kala. Sehingga, ogoh-ogoh pada umumnya berwujud sosok bhuta kala atau raksasa yang diarak keliling desa saat malam Pangerupukan yang bertepatan pula pada Tilem Kasanga.

Sebelum pengarakan ogoh-ogoh, rangkaian Pangerupukan diawali dengan prosesi Tawur Agung Kasanga. Pelaksanaan Tawur Agung Kasanga biasanya dilaksanakan pada siang hari atau tengai tepet. Sementara itu, arak-arakan ogoh-ogoh digelar pada sore (sandikala) hingga malam hari. Setelah diarak keliling desa, ogoh-ogoh tersebut kemudian dibakar atau di-pralina. Pembakaran ogoh-ogoh itu kerap juga dimaknai sebagai upaya memusnahkan kejahatan yang disimbolkan dengan buta kala di muka bumi.

Kendati demikian, seiring perkembangan teknologi kreativitas ogoh-ogoh semakin variatif. Kebanyakan kreativitas ogoh-ogoh bergerak dengan bantuan mesin. Namun tidak lepas dari esensi budaya ogoh-ogoh itu sendiri. Sehingga, ada beberapa ogoh-ogoh tidak dibakar setelah diarak, namun di simpan untuk tahun depan. Oleh karena itu, ia menyarankan agar ogoh-ogoh tyang diarak agar disomia. Sehingga, tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di desa tersebut. Selain itu, umat Hindu juga diminta untuk taat melaksanakan Catur Brata Penyepian. Jika Catur Brata Penyepian mampu dilakukan secara konsekuen pada diri sendiri akan melahirkan SDM Bali yang bijaksana.

Baca juga:  Dua Penyu Lekang Mati Terdampar di Perancak

Akademisi Unhi Denpasar, I Kadek Satria, S.Ag.,M.Pd.H., mengungkapkan bahwa perayaan Hari Suci Nyepi identik dengan pengarakan ogoh-ogoh. Padahal, ogoh-ogoh tidak saja ada pada saat perayaan Nyepi, namun juga ada saat upacara pengabenan. Pengarakan Ogoh-ogoh saat pengrupukan muncul pada tahun 1980-an, terutama di Kecamatan Denpasar Timur. Ini muncul karena ada konsep satyam, siwam, sundaram yang diperlukan pada konsep nyomia bhuta. Sebab, pengrupukan adalah konsep nyomia bhuta. Dengan demikian diperlukan media/sarana untuk nyomia bhuta kala agar energi negatifnya berubah menjadi energi positif.

Meskipun demikian, Kadek Satria mengatakan bahwa pada saat Pangrupukan tidak harus mutlak ada ogoh-ogoh. Sebab, tidak ada sumber teks yang mengharuskan ada ogoh-ohoh saat malam Pangrupukan. “Namun, karena itu merupakan bentuk dari satyam, siwam, sundaram atau dalam bahasa kekinian adalah kreativitas, dan kemudian ada angin segar dari pemerintah, dilombakan plus dengan ada biaya pembinaan, maka semangat lagi anak-anak muda berkreativitas membuat ogoh-ogoh. Apalagi, kreativitas seni ini merupakan bagian dari agama, karena kreativitas, satyam, siwam, sundaram jelas bagian dari agama itu sendiri,” tandas Kadek Satria dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru “Ogoh-Ogoh dan Perayaan Nyepi untuk Nangun Sat Kerthi Loka Bali” di Warung Bali Coffee 63 A Denpasar, Rabu (15/3).

Baca juga:  Transmisi Lokal di Bangli, Ibu dan Anak dari Desa Ini Positif COVID-19

Lebih jauh dikatakan bahwa semua ajaran agama dan bahkan semua ajaran Agama Hindu di Bali semua menganut konsep kesemestaan. Yaitu, hubungan manusia dengan Tuhan, lingkungan dan sesama manusia. Di bawah kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster konsep kesemestaan ini dipertegas dalam visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui peraturan daerah maupun peraturan Gubernur. Sehingga, dalam pengarakan ogoh-ogoh ini melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Dikatakan mendukung Nangun Sat Kerthi Loka Bali karena dalam pelaksanannya mendukung pergub soal larangan menggunakan sampah plastik, menjaga kebersihan bersama dan melaksanakan tawur mulai dari tingkat rumah tangga, banjar, desa, dan daerah sebagai upaya memberishkan bhuwana agung dan bhuwana alit secara sekala dan niskala. Itulah yang dikatakan Kadek Satria, SDM yang wahya dyatmika. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *