DENPASAR, BALIPOST.com – Rangkaian pelaksanaan tawur kesanga dan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1945, diawali dengan upacara melasti. Kegiatan melasti ini dilakukan oleh masing-masing desa adat sebagai simbol menyucikan alam semesta dan juga diri sendiri yang bertempat di laut dan juga sumber air lainnya.
Seperti yang terlihat di sejumlah pantai di Denpasar, Minggu (19/3) beberapa titik melasti di Denpasar, di antaranya Pantai Padanggalak, Pantai Sanur, Sindu, Segara, sampai di Mertasari. Suasana ramai sudah terlihat sejak subuh, terutama di Pantai Padanggalak, Kesiman.
Dari sejumlah tempat melasti, Pantai Padanggalak terlihat paling ramai. Hal ini diakui sejumlah pecalang Desa Adat Kesiman, yang mendapat giliran tugas jaga di Pantai Padanggalak.
Diakui, kegiatan melasti di Pantai Padanggalak sudah terjadi sejak subuh. Sejumlah desa adat terlihat telah melakukan upacara melasti di pantai ini. Seperti Desa Adat Tonja, Desa Adat Peraupan, Desa Adat Peguyangan, Desa Adat Penatih Dangin Puri, Desa Adat Pagan, Desa Adat Angantaka serta desa ada lainnya.
Namun, juga juga dari banjar adat, seperti Banjar Kelandis, Tainsiat juga ikut melasti pada Minggu pagi.
Salah seorang krama Desa Adat Penatih, Agung Bayu mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan kegiatan melasti ini sejak pukul 03.00 dini hari. Karena jadwal untuk melasti sudah ditentukan pada pagi hari. “Jadi persiapan juga harus lebih awal,” ujar Gung Bayu yang ditemui di sela-sela kegiatan melasti.
Sejumlah desa adat yang ada di Kecamatan Denpasar Selatan lebih banyak melasti di Pantai Sanur, Pantai Segara, Pantai Mertasari, Pantai Ponjok Serangan, serta Pantai Benoa. Untuk Wilayah Kecamatan Denpasar Barat, melasti dilaksanakan di Pantai Petitenget dan Pantai Kuta, adapun Desa yang akan melasti kesana adalah Desa Pakraman Denpasar. Desa Pakraman Padangsambian, Desa Pakraman Padangsambian Kelod, Kelurahan Dauh Puri, dan Desa Pemecutan Kelod, melasti di Pantai Petitenget. Sedangkan Kecamatan Denpasar Utara lokasi melasti lebih dominan ke Pantai Padanggalak.
Salah warga Kesiman, Wayan Wiranata mengatakan, sejak beberapa tahun telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan melasti. Ia mengatakan, dulu orang melasti ke Padanggalak, semuanya berjalan kaki.
Namun, kini dengan perkembangan yang ada, semua menggunakan kendaraan. “Kalau dulu saya sering melihat orang melasti sambil disuruh jualan di pinggir jalan. Kini tradisi itu sudah tidak ada lagi, karena sudah semua menggunakan kendaraan,” ujar Wiranata. (Asmara Putera/balipost)