JAKARTA, BALIPOST.com – Tiga orang pelaku tindak pidana mendistribusikan muatan melanggar kesusilaan atau memproduksi pornografi secara elektronik dan pelecehan seksual dengan sasaran anak-anak atau predator anak, ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Adi Vivid A. Bactiar di Jakarta, menyebut ketiga tersangka ditangkap pada tiga lokasi berbeda dengan modus operandi berbeda-beda pula. “Dalam pengungkapan perkara ini terdiri dari tiga laporan polisi,” kata Vivid, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (27/3).
Perkara pertama dengan tersangka FR (27) dari Kota Tulungagung, Jawa Timur, kemudian tersangka JA dengan lokasi tempat tindak pidana di Semarang, Yogyakarta dan Bandung, serta tersangka ketiga FH (23) di Kota Cirebon, Jawa Barat.
Vivid memerinci modus operandi para tersangka adalah menyasar anak-anak sebagai korban. Untuk tersangka JA tindak pidananya di Semarang Tengah, yakni melakukan perbuatannya di tempat sepi dan tidak terdapat orang dewasa lainnya.
“Tersangka JA ini berusaha mengakrabkan diri dengan para korban, memberi korban makanan kecil atau uang, kemudian melakukan perbuatan asusila, sesuai keinginan tersangka. Kemudian oleh tersangka direkam, baik difoto ataupun video, dan film-filmnya itu disimpan di Google Drive,” kata Vivid.
Dari tersangka JA terdapat enam orang korban anak di bawah usia 18 tahun. Setelah didalami mengapa tersangka JA memiliki kelainan seperti ini, kepada penyidik tersangka mengaku sering melihat film. “Jadi, kenapa timbul idenya karena dia sering melihat film,” katanya.
Kemudian tersangka FH (23) asal Cirebon, membuat dan menyimpan video yang mengandung unsur asusila, pornografi anak dan perbuatan cabul.
Tersangka FH juga mengakui menyimpan video yang mengandung unsur asusila tersebut. Modus operandi FH sampai dengan yang dilakukan JA. Hanya saya bedanya, tersangka FH mengaku pernah menjadi korban (tindak pidana asusila).
“Tersangka FH ini dulunya pernah menjadi korban pada saat umur tujuh tahun. Pernah jadi korban, akhirnya setelah dewasa melakukan perbuatan persis pada saat dia mengalami sebagai korban,” ungkap Vivid.
Modus tersangka FH, selain korbannya adalah tetangga sekitar juga di warung internet (warnet) dan terdapat enam orang korban.
Tersangka yang ketiga, yakni FR (25) asal Tulungagung, Jawa Timur, melakukan perbuatan menjual pornografi dengan tema ataupun kata-katanya adalah “bokep bocil viral hot”.
Dalam penyidikan, ketika ditanyakan kepada tersangka FR kenapa menjual video asusila anak-anak, dia mengaku bahwa video pornografi dengan tema anak-anak lebih laku dibanding video orang dewasa. “Keuntungan yang didapat oleh tersangka FR dalam sebulan bisa mencapai Rp5 juta dengan menjual konten-konten pornografi anak,” kata Vivid.
Penyidik menjerat tersangka dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) UU ITE dengan ancaman pidana paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Kemudian, Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (1) dan/atau Pasal 37 juncto Pasal 11 UU tentang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda Rp6 miliar.
Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76 e UU tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana 15 tahun denda maksimal Rp5 miliar, juga Pasal 88 juncto Pasal 761 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta. (Kmb/Balipost)