Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Mari kita bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita benar-benar membutuhkan semua materi untuk hidup kita? Dapatkah kita menjalani kehidupan yang jauh lebih sederhana tanpa sesuatu tambahan yang tidak perlu?

Seiring dengan kian besarnya gelombang konsumerisme, kita juga kian dimudahkan untuk memamerkan harta dan kemewahan yang kita miliki. Keberadaan beragam platform media sosial membantu mereka yang memiliki hasrat memamerkan harta dan kemewahannya.

Tak sedikit mereka yang berupaya memamerkan harta dan kemewahan itu adalah para pejabat publik kita, termasuk juga para anggota keluarga mereka. Suka atau tidak, dewasa ini kita semua berada dalam lingkaran budaya konsumerisme.

Kita telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan darinya. Bagi banyak orang sekarang ini, kesenangan, kepuasan, dan kebahagiaan hidup ditentukan oleh seberapa banyak barang yang dimiliki dan seberapa banyak barang yang dikonsumsi. Kita kian konsumtif.

Kita membeli dan memiliki aneka barang bukan sebatas untuk memenuhi kebutuhan kita semata, melainkan demi memenuhi keinginan kita.

Budaya konsumerisme menggiring kita kepada keyakinan bahwa hidup ini adalah untuk membeli dan memiliki aneka barang, meski barang-barang itu belum tentu kita butuhkan. Dengan pemahaman seperti ini, keberadaan seseorang itu sangat ditentukan dari apa yang dimilikinya, dan dari apa yang dipakainya.

Baca juga:  Seorang ASN Pemkab Bangli Terkonfirmasi Positif COVID-19, Diduga Tertular Dari Sini

Maka, saat ini, kesuksesan orang kebanyakan diukur dengan uang dan harta yang dimilikinya. Dalam upaya memenuhi pencapaian tersebut, kecenderungan orang saat ini akhirnya berada pada dua pilihan saja: mencari uang dan menghabiskan uang.

Hidup akhirnya seolah hanya untuk mencari uang dan bagaimana menghabiskannya.

Makin Mudah Pamer

Seiring dengan kian besarnya gelombang konsumerisme, kita juga kian dimudahkan memamerkan harta dan kemewahan yang kita miliki. Keberadaan beragam platform media sosial membantu kita dalam upaya memamerkan harta dan kemewahan ini. Dan tak sedikit mereka yang berupaya memamerkan harta dan kemewahan itu adalah para pejabat publik kita, termasuk juga para anggota keluarga mereka.

Terkait perilaku pamer harta dan kemewahan pejabat publik kita, Presiden Joko Widodo sempat mengaku kecewa dan meminta perilaku tersebut dihentikan. Presiden Joko Widodo menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Kabinet Paripurna, yang berlangsung
Kamis (2/3/2023) lampau, di Istana Negara, Jakarta.

Baca juga:  Saraswati, Sinergi Paradogma dan Paradigma

Menurut Presiden Joko Widodo, di saat pelayanan publik masih buruk, aparatur negara malah senang pamer kekuasaan, kekayaan, dan gemar bergaya hedonisme. “Saya tahu betul, mengikuti kekecewaan masyarakat terhadap aparat kita, terhadap pemerintah. Supaya ditekankan kepada kita, kepada bawahan kita, jangan pamer kekuasaan, jangan pamer kekayaan, apalagi sampai dipajang-pajang di Instagram, di media sosial. Kalau aparatur negara, itu sangat-sangat tidak pantas,” demikian antara lain dikatakan Presiden Joko Widodo.

Menyusul kekecewaan Presiden Jokowi tersebut, beberapa Kementerian dan BUMN buru-buru mengeluarkan larangan agar para pegawainya tidak pamer harta. Beberapa kepala daerah juga mengimbau kepada para ASN-nya untuk tidak pamer kekayaan dan tidak mengembangkan gaya hidup hedonis.

Di sejumlah negara, terdapat aturan khusus yang mengatur etika dan perilaku standar pejabat publik maupun ASN, termasuk dalam soal hidup sederhana. Ambil contoh, Republic Act 6713, yang diadopsi oleh pemerintah Filipina sejak tahun 1989, yang menjadi panduan etika dan perilaku standar para pejabat publik dan ASN di negara itu.

Baca juga:  Bupati Suwirta Ancam Copot Kadis, Jika Seperti Ini

Dalam Pasal Keempat Ayat 8 Republic Act 6713, disebutkan, misalnya, bahwa pejabat publik dan pegawai negara serta keluarganya harus menjadi teladan hidup sederhana sesuai dengan posisi/jabatan dan pendapatan mereka.

Republic Act 6713 tak cuma memuat pedoman etika dan perilaku standar para pejabat publik dan ASN Filipina, tetapi juga dilengkapi dengan sanksi atau hukuman terhadap mereka yang melanggarnya. Sanksi atau hukuman atas pelanggaran Republic Act Number 6713 ini bervariasi, mulai dari pemotongan hingga enam bulan gaji, skorsing selama satu tahun, pemecatan, hingga pidana bui.

Sudah saatnya negara kita juga memiliki aturan yang tegas soal pamer harta dan gaya hidup mewah para penyelenggara negaranya, lengkap dengan sanksi dan hukumannya. Dan aturannya bersifat nasional. Di saat yang sama, aliran dana ke rekening para pejabat publik
maupun ASN beserta keluarganya perlu pula diawasi secara lebih ketat.

Penulis, kolumnis dan bloger

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *