DENPASAR, BALIPOST.com – Tiga bulan pertama tahun 2023, angka kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) di wilayah Provinsi Bali mengalami peningkatan dibandingkan dengan angka kasus pada kurun yang sama tahun sebelumnya menurut data Dinas Kesehatan.
“Kalau kita bandingkan dengan 2022 memang kasusnya meningkat pada 2023 dibanding bulan yang sama di tahun itu. Kalau kita perhatikan siklus musimnya memang berbeda Januari 2022 dan 2023, ada peningkatan intinya,” kata Kasi Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Bali I Nyoman Sudiyasa di Denpasar, dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (7/4).
Pada tahun 2023, Sudiyasa menyampaikan, ada 939 kasus DBD dengan tiga kematian pada Januari, 820 kasus DBD dengan satu kematian pada Februari, dan 710 kasus DBD dengan satu kematian pada Maret. “Januari 2022 itu ada 562 kasus dengan satu kematian, Februari ada 311 kasus dengan satu kematian, dan Maret ada 376 kasus dengan dua kematian,” katanya.
Dia mengemukakan bahwa secara umum kasus DBD tersebar di seluruh wilayah, tetapi ada daerah yang angka kasusnya sering lebih tinggi dibandingkan daerah yang lain. “Kalau kita perhatikan daerah-daerah endemis hampir itu-itu saja, kepadatannya yang tinggi, yaitu Buleleng itu di kota, Puskesmas Buleleng I, dan kalau Denpasar di Denpasar Selatan, dan memang daerah yang padat itu kasusnya tinggi,” katanya.
Selain dipengaruhi oleh musim, ia mengatakan, peningkatan angka kasus penularan DBD juga disebabkan oleh menurunnya kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dalam masyarakat.
Dia mengatakan bahwa pemberantasan sarang nyamuk sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penularan penyakit DBD. “Yang bisa kita kerjakan untuk pengendalian DBD adalah pengendalian vektornya, artinya mencegah penyebaran nyamuk Aedes aegypti di masyarakat. Cara paling mudah untuk menekan populasinya adalah PSN,” katanya.
Selain menggiatkan PSN, Dinas Kesehatan Provinsi Bali membiakkan nyamuk yang sudah diberi bakteri Wolbachia, bakteri yang dapat melumpuhkan virus dengue. “Ini kan uji coba penelitiannya di Universitas Gajah Mada dan sukses. Sekarang dikembangkan di Bali, di Bali baru rencana dikembangkan di Denpasar dan Buleleng. Ini sedang memproduksi nyamuknya,” kata Sudiyasa. (Kmb/Balipost)