Koordinator Program IFC Wilayah Asia Timur Farida Lasida Adji memberikan pemaparan dalam lokakarya terkait bangunan hijau di Denpasar, Selasa (11/4/2023). (BP/Ant)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sertifikasi bangunan hijau di Indonesia mencapai sekitar empat persen dari total luas bangunan yang sudah disertifikasi secara global mencapai 55 juta meter persegi selama 2015-2022. Hal itu disebutkan Korporasi Keuangan Internasional (IFC) yang merupakan bagian kelompok Bank Dunia.

“Total area di seluruh dunia mencapai 55 juta meter persegi, Indonesia hampir dua juta meter persegi atau sekitar empat persen,” kata Koordinator Program IFC Wilayah Asia Timur Farida Lasida Adji dalam lokakarya terkait bangunan hijau di Denpasar, dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (11/4).

Baca juga:  Bali’s Economy Relies on Migrant Residents

Dia mengungkapkan, selama sekitar tujuh tahun itu, IFC Bank Dunia mencatat total sudah ada sekitar 100 proyek bangunan di Indonesia yang sudah mengantongi sertifikasi desain terbaik untuk efisiensi lebih besar atau EDGE yang sifatnya masih sukarela.

Dari seratusan proyek itu, ia mencatat bangunan hijau yang mendapatkan sertifikasi di antaranya sejumlah kampus negeri di antaranya UGM, UI, ITB, rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Jakarta, hingga satu rumah sakit masing-masing di Jakarta dan Bogor, Jawa Barat. “Capaian empat persen itu masih sangat kecil dibandingkan luasan bangunan yang ada,” katanya.

Baca juga:  Konstruktif, Munculnya Sanggar untuk Penguatan dan Pemajuan Budaya

Sedangkan negara dengan sertifikasi bangunan hijau terbanyak, kata dia, ada di Kolombia yang banyak menyasar kawasan permukiman.

Farida menjelaskan negara di Amerika Selatan itu memberikan insentif baik dari perbankan dan pemerintah setempat. Indonesia, kata dia, melalui Bank Indonesia telah menerbitkan peraturan yang merelaksasi ketentuan untuk properti ramah lingkungan.

Bank Indonesia melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 24 tahun 2022 mengatur rasio loan to value (LTV) atau rasio pinjaman dibandingkan dengan nilai properti.

Dengan aturan itu, BI melanjutkan dukungan termasuk untuk pengembangan bangunan berwawasan lingkungan atau bangunan hijau dengan batasan rasio paling tinggi 100 persen yang mulai berlaku 1 Januari 2023.

Baca juga:  Pertemuan IMF-Bank Dunia, Masyarakat Bali Harus Dapat Dampak Positif

Kebijakan itu memungkinkan calon debitur properti membayar uang muka (DP) nol persen, alias tak perlu bayar uang muka ketika memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah. Pihaknya fokus menekankan bangunan hijau yakni efisiensi energi, air dan material bangunan.

Ia menyebutkan material bangunan mengonsumsi paling besar yakni sekitar 40 persen energi dalam satu bangunan. Upaya bangunan hijau diharapkan dapat mendukung pemerintah menurunkan emisi karbon hingga 2060. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *