MANGUPURA, BALIPOST.com – Ribuan Warga Negara Asing (WNA) yang telah mengantongi Kartu Tanda Penduduk (KTP), membuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Badung harus kerja ekstra. Bawaslu terus melakukan pengawasan terhadap Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk memastikan WNA yang mengantongi KTP-el Badung tidak masuk dalam DPS.
Sebab, warga yang berstatus WNA tidak dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Ketua Bawaslu Badung, I Ketut Alit Astasoma mengatakan, WNA yang memiliki KTP-el juga tidak bisa menggunakan hak pilihnya.
Di Badung ada sebanyak 1385 orang WNA yang telah mengantongi KTP-el. “Termasuk WNA jangan sampai menggunakan hak pilih,” ujar Alit Astasoma, Rabu (19/4).
Dikatakan, pemberian KTP kepada WNA ini juga sudah diatur UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. “Karena selama status masih WNA mereka tidak boleh menggunakan hak pilihnya pada pemilu,” tegasnya.
Dikatakan, pihaknya juga melakukan screening, uji petik hingga patroli. Hal ini memastikan hak pilih warga negara terdaftar sebagai pemilih.
Seandainya tidak ada terdaftar, Bawaslu juga wajib memperhatikan. Seperti yang tidak memiliki KTP-el, dikoordinasikan dengan Disdukcapil untuk melakukan perekaman. “Ini hal yang mendasar harus kita kawal. Kita turun ke panti asuhan, ke SLB, dan sempat ke Pasar Beringkit. Ini untuk memastikan warga sudah terdaftar atau tidak sebagai pemilih,” bebernya.
KPU Badung telah merekapitulasi dan penetapan DPS pada 5 April 2023. Kemudian pada 12 April -2 Mei ada masukan dan masa tanggapan terhadap DPS, pada tanggal 17 -23 Mei dilakukan pengumuman, masukan dan tanggapan atas penetapan DPSHP.
Ada jumlah jumlah DPS di Badung dari 62 desa dan 1.485 TPS. Yakni untuk pemilih aktif 404.871, jumlah pemilih baru 16.795, jumlah pemilih tidak memenuhi syarat (TMS) 16.396, jumlah perbaikan data pemilih 6.894, dan jumlah pemilih potensial non KTP-el mencapai 1.880.
“Namun dalam pemutakhiran masih ada yang tercecer. Seperti di panti asuhan, disabilitas, orang termarjinalkan. Karena mereka juga subjek politik yang memiliki hak pilih,” katanya. (Parwata/balipost)