Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh I Dewa Gde Satrya

Eksistensi dan martabat perempuan di Indonesia patut kita maknai kaitannya pada keluhuran karakter kaum perempuan. Relevansi keluhuran karakter tersebut memberi kontribusi yang khas dan unggul di kehidupan privat di keluarga, lingkungan profesional, dunia bisnis, bahkan kepemimpinan politik dan pelayanan pemerintahan.

Kaum perempuan memiliki kekuatan sebagai pendengar dan pembicara yang baik, mendengar dengan ’telinga hati’ dan berbicara dengan hati, karenanya memberi jalan keluar, solusi dan menjadi keunggulan di berbagai lini organisasi. Pada tahun 2006, Copernicus Marketing Consulting & Research melakukan penelitian tentang kesuksesan perempuan di bidang perempuan. Temuan menunjukkan, sebanyak 81% dari mereka ingin menjadi Chief Marketing Officer (CMO) di masa depan dibandingkan pria yang hanya sebesar 68%. Kenapa perempuan berhasil di bidang marketing? Karena perempuan mendengarkan konsumen lebih baik.

Meski berbeda kejadian, tetapi esensi yang sama dalam hal apresiasi kepada tokoh perempuan Indonesia juga tampak pada ungkapan Menlu dan Menteri Energi Arab Saudi di sela-sela pertemuan dengan Presiden Jokowi di KTT G20 Osaka, Sabtu (29/6/2019). Dua menteri Arab Saudi itu memuji kepiawaian 2 menteri perempuan kabinet Jokowi: Menkeu Sri Mulyani dan Menlu Retno Marsudi. Performa maupun prestasi yang ditorehkan tokoh-tokoh perempuan Indonesia dewasa ini semakin signifikan dalam memberikan sumbangsih yang khas dan unggul dalam peningkatan kualitas kehidupan bangsa. Fakta ini menjadi indikator penting adanya transformasi peran strategis dan kualitas kinerja serta profesi yang disandang kaum perempuan dewasa ini, utamanya di sektor publik dan pemerintah, maupun korporasi.

Baca juga:  Karakter : Muara Akhir Pendidikan

Pertumbuhan pesat dan prestasi kaum perempuan di segala lini kehidupan berbangsa, pada posisi-posisi yang strategis menangani hal-hal yang sulit, menjadi cerminan dari apa yang dikatakan Rhenald Kasali (2010) sebagai keberhasilan mengoptimalkan muscle memory dan brain memory. Rupanya penggabungan kedua memori penting di seluruh jaringan tubuh manusia itu berhasil dengan fondasi karakter luhur melalui kemauan untuk mendengarkan dengan hati. Kombinasi inilah yang sekiranya mewarnai hari-hari yang menyenangkan di lingkungan atau komunitas yang beranggotakan kaum perempuan. Sebenarnya hal ini juga dapat dilakukan tidak hanya kaum perempuan, kaum laki-laki juga bisa melakukannya, mendengarkan dengan hati.

Tak jarang dijumpai gesture, kecepatan, spontanitas, sikap action oriented, inisiatif, respons, disiplin, intrapreneuring dan sebagainya pada sosok pemimpin-pemimpin publik dari kalangan kaum perempuan. Signal berharga ini dideteksi oleh Valentine & Godkin (2000), menyatakan bahwa keberhasilan sebagian perempuan ditentukan oleh kemampuan mereka yang sangat kuat dalam pemecahan masalah serta kemampuan dalam berpikir analitis.

Baca juga:  Menjiwai Karakter Topeng

Di samping itu, keberhasilan perempuan juga dipengaruhi oleh kemampuannya dalam hal berkomunikasi dan menghargai hubungan yang profesional, termasuk di dalamnya mendengarkan dengan hati. Pada umumnya perempuan lebih memiliki orientasi sosial, kedudukan yang sederajat, berdasarkan persamaan (quality-based), peduli diri, dan lebih bersifat asuh daripada laki-laki. Perempuan, sebagai pemimpin, lebih sering menjalankan kepemimpinan yang bersifat demokratik dan transformasional daripada kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin laki-laki (dalam Djasmoredjo, 2004).

SBY ketika menjabat sebagai Presiden pernah menjamu para tokoh perempuan. Dia melontarkan kekagumannya pada karakter perempuan Indonesia, yakni karakter budaya menanam, budaya hemat, kreatif dan ulet. Karakter budaya menanam dan melestarikan kehidupan, menjadi andalan untuk membangun lingkungan sosial yang nyaman, bersih dan sehat. Upaya ini membawa manfaat bagi anak cucu, keluarga dan masyarakat. Gerakan kaum perempuan menanam dan menghijaukan rumah masing-masing misalnya, semakin perlu untuk dikembangkan tingkatannya hingga menghijaukan dan melestarikan lingkungan. Karakter budaya hemat lebih terkait pada identitas dan jati diri sebagai manusia yang memiliki ‘nilai’: sederhana dalam hidup.

Dalam khasanah budaya Jawa sering dikenal dengan sebutan gemi nastiti ngati-ati. Karakter ini terkait erat dengan budaya ubet (dalam bahasa Jawa) artinya, kreatif dan ulet dalam mencari solusi, tidak mudah menyerah. Hal itu tidak terlepas dari kemampuan mendengarkan dan mengolah input tersebut menjadi sebuah ideasi yang tepat dan berdampak. Karakter itu dapat dimaknai sebagai persistensi, yang menjadi keniscayaan dari nilai penting dalam program talent management, sebuah program pembangunan sumber daya manusia yang menjadi fokus kepemimpinan Jokowi di periode keduanya ini.

Baca juga:  "Soft Skills" dan "Life Skills" Generasi Milenial

Mengadopsi konsep marketing 3.0 yang digagas Hermawan Kartajaya (2013), baiklah dikatakan tantangan ‘Kartini era kini’ adalah menjadi ‘Kartini 3.0’. Berbagai riset yang diutarakan di atas, dan fenomena empiris kepemimpinan publik, bisnis dan professional yang dipegang oleh kaum perempuan, terkesan tidak hanya berfokus kepada product oriented dan customer oriented namun telah sampai di level tertinggi yaitu human spirit. Maksudnya, kepemipinan kaum perempuan, ‘Kartini era kini’ memiliki orientasi pada setiap manusia sebagai pribadi yang utuh. Karakter yang tulus dan kemampuan sebagai pendengar yang baik, menopang keterampilan dan keahlian kaum perempuan Indonesia masa kini, menghadirkan produk dan layanan yang bermutu. Selamat Hari Kartini 2023.

Penulis, Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *