Suasana Sosialisasi Pendidikan Politik Perempuan di Aula Kantor Kesbangpol Provinsi Bali di Denpasar, Selasa (9/5). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bangsa Indonesia akan menggelar Pemilu Serentak pada 2024. Berbagai tahapan Pemilu telah dilakukan.

Salah satu pendukung demokrasi yang sangat potensial adalah keterlibatan kaum perempuan dalam kancah politik. Untuk itu, sosialisasi pendidikan politik kepada tokoh-tokoh perempuan perwakilan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan di Pulau Dewata untuk mendukung suksesnya pelaksanaan Pemilu 2024 penting dilakukan.

Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Wiryanata, mengatakan sudah saatnya penguatan hak politik dan pendidikan politik bagi perempuan diutamakan. Sehingga, dalam kancah politik itu perempuan mempunyai peran dalam mengembangkan demokrasi dan cerdas dalam menentukan sikap politiknya.

Untuk itu, perempuan perlu memperoleh pendidikan politik agar memahami hak dan kewajibannya. Pendidikan politik, lanjut Wiryanata, diperlukan bukan saja bagi para pemilih yang kurang atau belum memiliki pemahaman tentang persoalan politik tetapi juga bagi para pemilih yang sudah memiliki pengetahuan tentang persoalan politik.

Ia menambahkan, selain jumlahnya yang lebih banyak, perempuan juga memiliki kekuatan untuk mengajak atau mengampanyekan pilihan. Sehingga potensi itu harus digarap secara serius menjelang Pemilu 2024. “Sebagai pemilih potensial, arah referensi politik perempuan juga akan memengaruhi elektabilitas partai. Seperti banyak orang mengatakan kita melihat the power of emak-emak. Di saat bersamaan mereka juga mempunyai kekuatan untuk mengampanyekan pilihannya agar bisa didukung oleh teman-temannya dan masyarakat,” ujar Ngurah Wiryanata saat membuka Sosialisasi Pendidikan Politik Perempuan di Aula Kantor Kesbangpol Provinsi Bali di Denpasar, Selasa (9/5).

Baca juga:  Masa Kampanye, Paslon Harus Berikan Pendidikan Politik

Ketua KPU Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan mengatakan berencana untuk membentuk TPS yang kesemuanya KPPS-nya perempuan, bahkan hingga pengawas dan para saksinya juga perempuan. Ia mencontohkan pada Pemilu 2019 lalu.

Terdapat salah satu TPS di Denpasar yang semuanya diisi petugas perempuan dan terbuktinya kerjanya rapi, bagus, cepat, dan akurat. Dan saat ini, untuk di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) juga telah diisi oleh kaum perempuan. Ia pun berjanji siap menjadi narasumber bagi para tokoh-tokoh perempuan yang ingin berdiskusi terkait perempuan dan politik.

Baca juga:  Revisi Perda RTRW Bali

Sementara itu, akademisi yang juga Kelompok Ahli Pemprov Bali, Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si., mengatakan pemerintah, masyarakat, partai politik, dan individu itu sendiri berperan untuk memberikan pendidikan politik. Perempuan yang ingin berkiprah di ranah politik dan publik seringkali terkendala karena adanya hambatan kultural dan struktural.

Selain terkadang masih ada kelemahan dari sisi spirit untuk berjuang (fighting spirit). Pengetahuan politik perempuan tergantung dari tingkat pendidikan dan lingkungannya. Ada yang punya potensi, tetapi ada kalanya tidak diberikan kesempatan di ruang publik.

Mantan Ketua KPU Provinsi Bali ini, mengatakan keterlibatan perempuan dalam politik tidak selalu harus berkaitan dengan menjadi anggota legislatif, melainkan juga memiliki kesadaran akan kebijakan publik. “Ini artinya perempuan hendaknya memiliki posisi tawar terhadap kebijakan yang diambil pemerintah, sehingga perempuan perlu mengorganisir diri agar dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah agar pro perempuan,” tandas Wisnumurti.

Baca juga:  Dari Gubernur Koster Angkat Bicara hingga Naik dari Sehari Sebelumnya! Tambahan Harian Kasus COVID-19 Bali

Sementara itu, Dr. I Wayan Rideng, SH., MH., menyoroti faktor penghambat partisipasi politik perempuan. Salah satunya, budaya patriarkal karena perempuan diidentikkan dengan pekerjaan rumah tangga yang tanggung jawabnya terhadap keluarga.

Perempuan juga masih dianggap memiliki fisik tidak cukup kuat untuk memasuki dunia politik yang begitu keras. Selain itu, perempuan juga masih dianggap tidak memiliki dukungan atau basis massa yang kuat.

Menurut akademisi hukum Unwar ini, upaya yang perlu dilakukan yakni diantaranya peningkatan kualitas perempuan dan meningkatkan representasi perempuan dalam organisasi politik dan memperkuat hubungan antar organisasi perempuan. Di samping juga meningkatkan kesadaran anggota dan pimpinan parpol akan pentingnya keterwakilan perempuan serta membangun akses yang berkenaan membangun kesadaran terhadap sensitivitas kesetaraan gender. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *