I Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. (BP/kmb)

Oleh Kadek Suartaya

Pentas Gong Kebyar Legendaris memiliki daya tarik tersendiri pada perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV 2022 lalu. Aksi pentas yang baru pertama diluncurkan di arena pesta seni ini menunjukkan kepada masyarakat Bali masa kini, torehan berkesenian cemerlang yang telah diukir komunitas pegiat seni pertunjukan kebyar di penjuru Pulau Dewata di masa lalu.

Sebagai langkah awal, baru enam kantong seni di tiga kabupaten, satu kota, dan lembaga pendidikan seni yang mampu menghadirkannya. Namun menariknya, selain unjuk diri dengan pelaku seni generasi muda, sebagian ada yang dengan bangga masih bisa mengedepankan penabuh dan penari yang dulu mempesona penonton, salah satunya adalah pengendang maestro nan virtuoso, I Wayan Suweca, yang baru berpulang pada Selasa, 23 Mei 2023.

Walau dengan langkah tertatih memasuki panggung, I Wayan Suweca (72 tahun), misalnya, yang dikenal masyur sebagai maestro penabuh kendang, berhasil memukau penonton saat menabuh dan berkecipak mengiringi tari. Malam itu, bersama penabuh dan penari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Suweca yang berasal dari Banjar Kayumas Kaja, Denpasar, ini
memangku kendang memainkan Tabuh Kebyar Dang Cita Utsawa dan mengiringi tari Tarunajaya–tari kebyar karya salah satu gurunya, I Gede Manik, dari Desa Jagaraga, Buleleng.

Baca juga:  ASEAN sebagai Destinasi Wisata Tunggal

Saat unjuk tabuh, ditimpali oleh seorang penabuh cengceng, I Wayan Budana (62 tahun), yang bermain kocak, Wayan Suweca sungguh masih mampu memamerkan taksu-nya nan virtuoso. Para seniman sepuh Bali masih setia berperan secara tulus meneruskan keberlanjutan jagat kesenian Bali.

Kendati menjalani kodrati usia lanjut, bila didaulat tampil menabuh, menari, atau mendalang misalnya, deru gelora hati mereka seketika melonjak. Demikian pula dalam mewariskan keperigelan, pengalaman
dan ilmu seninya, mereka dengan senang hati
memperagakannya.

Karena itu, untuk keperluan penggalian seni atau penelitian ilmiah karya tulis, para empu seni Bali bersumbangsih penting dan banyak dituju oleh kreator muda dan para peneliti. Wayan Suweca masih menerima dengan tangan terbuka generasi muda dalam unjuk piawai menabuh kendang, selain juga ada yang datang berguru menabuh gender wayang—seni karawitan Bali yang juga menjadi spesialisasinya.

Baca juga:  Bangli Ikut 13 Materi PKB, Pendaftaran Seniman Mulai Dibuka

Gamelan Bali yang kini mendunia, nejak-jejaknya ditapaki oleh para seniman yang sebagian besar telah
berpulang, dan sebagian lagi kini masih meniti usia tua namun masih setia menyuntuki dunia seninya.

Kembali kepada Wayan Suweca, dimana sejak muda, tahun 1978, telah menularkan seni karawitan di luar negeri, dimulai dari Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam itu ia berhasil mengibarkan gamelan dan tari Bali dengan mendirikan sekaa yang beranggotakan praktisi seni warga negeri itu diberi nama grup Sekar Jaya.

Sejak itu, entah ada kaitannya dengan grup gamelan
yang dirintis Suweca tersebut, yang jelas dari penjuru dunia menguak grup-grup gamelan Bali, baik dari berbagai kota di Amerika sendiri, maupun dari sejumlah negara di Eropa, Asia, dan Australia.

Jepang termasuk kawasan yang begitu pesat bertumbuh menjalarnya gamelan Bali, dari Gong Kebyar hingga Jegog. Bertumbuhkembangnya gamelan dan tari
Bali di mancanegara di tahun 1970-an, membuka kesempatan bagi para seniman Bali berkiprah
di penjuru dunia. “Saya merasa punya makna hidup sebagai tukang gambel memperkenalkan gamelan dan tari Bali di Amerika,” ujar Suweca.

Baca juga:  PKB Harusnya Jadi Ajang Pelaku UKM Naik Kelas

Seniman sepuh adalah aset insani budaya yang merupakan simpul kesimbungan jagat kesenian Bali. Betapa signifikannya makna dan kontribusi para empu seni dapat disimak pada bidang seni pertunjukan tradisi karawitan, tari, dan seni pedalangan. Kesadaran akan hal itu, telah dilakoni Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibiya) Bali, sejak tahun
1970-an dengan mendaulat penuh respek para maestro seni yang telah sepuh, mengayunkan langkah-langkah konstruktif-strategis merekonstruksi, merevitalisasi, mereaktualisasi beberapa kesenian klasik langka yang hampir punah.

Syukur dan sungguh terpuji, sikap keteladanan dan keterbukaan tokoh-tokoh seni saat menjalani usia senjanya, secara umum menunjukkan kepatutan budi dan moral yang membinarkan inspirasi dan karena itu sudah sepantasnya diacu sebagai panutan oleh generasi penerusnya. Menurut Wayan Suweca,
bahwasannya kodrati menua tak kuasa ditolak. Sebagai seniman yang pernah berjaya di usia muda, tambahnya, ia sudah mengecapnya.

Penulis, Pemerhati Seni Budaya, Dosen ISI Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *