Krama Desa Adat Pumahan Gelar Megibung. (BP/Yud)

SINGARAJA, BALIPOST. com – Rangkaian Pujawali di Pura Desa Adat Pumahan yang dilaksanakan pada Tumpek Landep, Sabtu (3/6), warga Desa Adat Pumahan melaksanakan tradisi Megibung. Tradisi yang ada sejak 1973 ini diyakini mampu memupuk kebersamaan dan kerukunan warga setempat.

Rutin setiap tahun, ratusan warga Desa Adat Pumahan, Desa Gitgit Kecamatan Sukasada berkumpul di Pura Desa. Mereka duduk bersila dengan telanjang dada, sehabis melaksanakan ngayah. Selang berapa lama, Panitia atau Saye datang membawakan hidangan yang sudah dipersiapkan sejak pagi. Warga sekitar menyebutnya mepaci -paci atau istilah umumnya megibung.

Baca juga:  Pujawali Pura Dangkhayangan Rambut Siwi Dipenuhi Pemedek

Kelian Desa Adat Pumahan, Made Rida dikonfirmasi Minggu (4/6) menjelaskan tradisi itu tak lepas dari rangkaian piodalan di Desa Adat Pumahan. Biasanya megibung dilaksanakan pada akhir atau penutup acara. Megibung juga sebagai bentuk apresiasi kepada warga yang sudah ngayah 3 hari menjelang piodalan digelar.

“Tradisi ini sudah ada secara turun temurun,bahkan sejak Desa Adat Pumahan berdiri,tidak ada perbedaan untuk krama,hanya saja prajuru dan pemangku lokasi megibungnya di jeroan Pura, sedangkan warga dan pemuda lainnya di jaba tengah pura,” ucap rida.

Keberadaan tradisi megibung ini,menurut Rida tak terlepas dari keberadaan Desa Adat Pumahan. Desa ini dulunya merupakan pecahan dari Desa Padangbulia, sehingga hampir semua tradisi yang dimiliki hampir sama dengan Desa Padangbulia.

Baca juga:  Tumpek Landep, Senjata Makan Tuan

“Dulu Kita masih sifatnya Banjar adat, tetua kita memohon agar menjadi Desa Adat mandiri. Pasca disetujui beberapa tradisi dari Desa Padangbulia masih ada di Desa Pomahan, termasuk Megibung ini,” tambahnya.

Hanya saja,menurut Rida kalau di Desa Padangbulia, megibung ini juga dirangkai dengan Ngigel Desa. Sedangkan di Desa Adat Pumahan sendiri,tidak dilakukan ngigel Desa,namun proses upacara pujawali hampir sama.

“Hampir sama dengan Padangbulia,bedanya kita tidak ada ngigel desa. Hanya saja sebagai pengganti, krama Desa Negak kita berikan nasi gibungan saat melinggih di balai Panjang,” ucapnya.

Baca juga:  WHDI Bali Ngaturang Ngayah di Pura Ulun Danu Batur

Di Sisi lainnya, marak kasus  meningitis yang terjadi di Buleleng,pihaknya sudah mengantisipasi lebih awal. Panitia sudah melakukan pemantauan kepada petugas dapur untuk selalu menjaga kebersihan dan memastikan hidangan yang disediakan betul betul matang.

“Strategi khusus sudah kita terapkan, kami menekankan kepada petugas dapur untuk selalu menjaga kebersihan hidangan. Jadinya masyarakat kami sama sekali tidak ragu menyantap hidangan yang disediakan,astungkara sampai saat ini tidak terjadi meningitis,”tutupnya. (Yuda/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *