Perbekel dan Bendesa Adat yang ada di wilayah Gunung Agung bersama beberapa lembaga terkait sepakat mendukung kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster melarang wisatawan dan masyarakat umum melakukan pendakian ke Gunung Agung. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perbekel dan Bendesa Adat yang ada di wilayah Gunung Agung bersama Lembaga Pengelola Hutan Desa Jungutan, Lembaga Pengelola Hutan Desa Sebudi, Lembaga Pengelola Hutan Desa Besakih, Lembaga Pengelola Hutan Desa Anugrah Wisesa, Desa Dukuh, dan Forum Komunikasi Pemandu Wisata Gunung Agung sepakat mendukung kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster melarang wisatawan dan masyarakat umum melakukan pendakian ke Gunung Agung. Larangan dikecualikan untuk kepentingan upakara, upacara adat, penanganan bencana, pendidikan, penelitian, dan reboisasi.

Kesepakatan dan dukungan secara kompak tersebut disampaikan langsung dihadapan Gubernur Koster dan Bupati Karangasem, Gede Dana di Gedung Gajah, Jaya Sabha, Denpasar, Senin (12/6). Perbekel dan Bendesa Adat yang ada di wilayah Gunung Agung bersama Ketua Lembaga Pengelola Hutan, dan Ketua Forum Komunikasi Pemandu Wisata Gunung Agung sangat mendukung kebijakan Gubernur Koster.

Baca juga:  Gubernur Koster Diminta Jaring Pendapat Masyarakat Terkait Larangan Mendaki Gunung

Karena Murdaning Jagat Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini memiliki tujuan mulia untuk menjaga kesucian Gunung Agung secara niskala dan sakala agar aura taksu Bali tetap terjaga sesuai visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Sejumlah teks susastra Bali, baik yang disurat dalam lontar maupun prasasti tembaga dan kayu, menyebut Gunung Agung dengan nama Tolangkir, yang berarti; “Dia Yang Maha Tinggi, Maha Mulia, sekaligus Maha Agung”. Kawasan Gunung Agung yang disucikan, juga terdapat Pura Agung Besakih. Dimana Pura terbesar di dunia ini disebut sebagai “huluning Bali Rajya” atau hulu Kerajaan Bali, sekaligus juga “madyanikang bhuwana”, Pusat Dunia. Karena itu, Besakih pada masa kerajaan Bali Kuno dikategorikan sebagai kawasan hila – hila hulundang ing basukih, yang berarti kawasan suci tempat memohon kerahayuan hidup (basuki) di hulu Bali, yang dilarang, dipantangan (hila – hila) untuk dilalui atau dimasuki secara sembarangan oleh siapa pun.

Baca juga:  Dari Lomba Jegeg Bagus hingga Paduan Suara

Atas dasar tersebut, Gubernur Koster dan Bupati Karangasem, Gede Dana bersama Perbekel dan Bendesa Adat yang ada di wilayah Gunung Agung bersama Ketua Lembaga Pengelola Hutan hingga Ketua Forum Komunikasi Pemandu Wisata Gunung Agung menyetujui hasil Rapat Tata Kelola Pendakian Gunung Agung. Yaitu, melarang wisatawan domestik dan mancanegara, serta masyarakat umum melakukan pendakian ke Gunung Agung. Larangan dikecualikan untuk kepentingan upakara, upacara adat, penanganan bencana, pendidikan, penelitian, dan reboisasi. Dan kawasan hutan dibagian bawah bisa dimanfaatkan, namun tidak boleh mendaki.

Baca juga:  Amankan Nataru, Polresta Bangun 10 Pos Pelayanan di Lokasi Ini

Gubernur Koster mengeluarkan kebijakan mengangkat semua pemandu pendaki Gunung Agung sebanyak 186 orang menjadi tenaga penjaga Wana Kerthi (hutan dan gunung) di kawasan Gunung Agung. Atas kebijakan ini, semua Perbekel, Bendesa Adat, pemandu pendaki di wilayah Gunung Agung yang hadir dalam rapat bergembira atas kebijakan Gubernur Bali yang sangat bijaksana mengangkat semua pemandu menjadi tenaga penjaga hutan dan kesucian gunung. Diakhir pertemuan, semua menyampaikan terimakasih kepada Gubernur Bali, Wayan Koster. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *