DENPASAR, BALIPOST.com – Konsep ekonomi Kerthi Bali yang dirancang Gubernur Bali Wayan Koster dinilai merupakan strategi cerdas dalam menstabilkan ekonomi Bali. Berkaca dari pengalaman pandemi COVID-19 yang membuat ekonomi Bali pincang karena bertumpu pada sektor pariwisata, konsep ekonomi Kerthi Bali mesti dibangun dari sekarang.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Udayana Prof. Wayan Ramantha, Selasa (13/6) mengatakan, ekonomi kerthi Bali mampu menjaga stabilitas ekonomi Bali. Konsep ekonomi kerthi Bali memang dirancang untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Ekonomi Kerthi Bali yang berbasis alam, manusia dan kebudayaan Bali merupakan rencana strategis. Sebelum konsep ekonomi kerthi Bali dirumuskan, ekonomi Bali hanya ditopang oleh kebudayaan Bali yaitu dari satu sektor, hanya pariwisata. “Karena pariwisata kita pariwisata budaya,” ujarnya.
Ternyata, selain pariwisata, Bali memiliki potensi lain terutama untuk menjaga stabilitas ekonomi Bali sekaligus dapat menjaga alam dan mengembangkan kebudayaan Bali berbasis manusia Bali. Manusia Bali juga memiliki potensi untuk menerima perkembangan teknologi yang mana ke depannya akan sangat dibutuhkan untuk bertahan.
Maka dalam konsep ekonomi kerthi Bali, ekonomi kreatif dan digital juga menjadi penopang ekonomi Bali. Sektor ekonomi kreatif dan digital dapat diimplementasikan dengan membangun desa wisata dan Bumdes.
“Sehingga dikembangkan ekonomi digital, yang berbasis alam tujuannya untuk menjaga alam Bali sekaligus menjadi sumber daya ekonomi yang berkelanjutan. Konsep berkelanjugan juga penting dipikirkan , agar dalam jangka panjang, generasi-generasi mendatang tetap memiliki akses pada sumber daya ekonomi seperti yang dinikmati sekarang,” ujarnya.
Selain itu, untuk menjaga ketahanan ekonomi Bali juga perlu dipikirkan daya saingnya. Mengingat saat ini menjamur toko berjejaring sehingga sumber ekonomi kerakyatan yang dimiliki masyarakat Bali harus juga memiliki daya saing.
Ramantha menilai toko berjejaring memiliki konsep efisiensi, dan kenyamanan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Maka dari itu, sumber ekonomi kerakyatan yang dimiliki masyarakat Bali seperti pasar rakyat dan Bumdes juga harus memiliki konsep efisiensi dan kenyamanan.
Caranya, bisa dengan difasilitasi Perumda Pangan yang dibentuk Pemda Kabupaten/Kota untuk menjadi pasar induk atau supplier bagi toko-toko dan pasar milik masyarakat Bali. Perumda Pangan dapat menjalin hubungan strategis dengan pabrik-pabrik atau produsen barang-barang kebutuhan masyarakat termasuk dengan petani.
Dengan demikian efisiensi dapat tercipta karena membeli dengan volume besar dan pembelian langsung ke produsen pertama. Sementara dari sisi kenyamanan, pasar tradisional atau toko milik masyarakat Bali juga ditata agar lebih bersih dan menarik minat pembeli. “Walaupun telah dilakukan pengembangan pasar tradisional sejak 10 tahun lalu,” tandasnya.
Sementara Akademisi dari Universitas Udayana Prof. Wayan Suartana, Selasa (13/6) berpesan agar serbuan toko berjejaring jangan sampai mematikan usaha lokal yang dikembangkan oleh Bumdes, Bupda, pasar tradisional dan warung-warung kecil. Toko berjejaring mempunyai kelebihan dalam hal rantai nilai dan distribusi karena kemungkinan mereka membeli langsung dari pabriknya sehingga barang yang dijual lebih murah dari pelaku ekonomi lokal.
Dalam ekonomi yang serba terbuka, toko berjejaring hendaknya mengembangkan kolaborasi dengan usaha lokal yang saling menguntungkan. Perwajahan, operasional, delivery dan teknologi informasi usaha lokal harus terus ditingkatkan sehingga bisa dan mampu bersaing secara sehat.
Sistem bapak angkat memungkinkan untuk itu dalam artian Bupda di desa adat misalnya bisa bekerja sama langsung dengan pabrikan sehingga harga yang dijual lebih murah. Lebih lanjut aturan jarak mengenai usaha berjejaring saya rasa sudah ada, tinggal dilaksanakan secara konsisten saja dan yang terpenting adalah pembatasan jumlahnya. (Citta Maya/balipost)