JAKARTA, BALIPOST.com – Bisnis perusahaan pembiayaan berbasis digital atau yang dikenal dengan pembiayaan pay later memiliki prospek yang cerah seiring dengan pertumbuhan transaksi di lokapasar.
Deputi Direktur Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis OJK Mulia R Simatupang mengatakan, transaksi beli sekarang bayar nanti (buy now pay later/BNPL) semakin berkembang dalam tiga tahun terakhir. Hasil riset Kredivo & Kata Data Insight Center menyebut persentase pengguna layanan Paylater dalam lokapasar mengalami peningkatan signifikan, dari 28,2 persen pada 2022 menjadi 45,9 persen pada 2023.
“Nampak jelas bahwa bisnis perusahaan pembiayaan pay later memiliki prospek yang cerah karena ceruk pasarnya besar, disertai dengan tingkat pertumbuhan konsumen yang menggunakan metode pembiayaan pay later pada saat berbelanja,” ujar Mulia dalam peluncuran Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (14/6).
Mulia menyebut, saat ini terdapat lima perusahaan pembiayaan pay later yang terdapat pada lokapasar. Menurut dia, sangat lumrah apabila para perusahaan tersebut ingin berekspansi dalam bisnisnya.
Namun demikian, Mulia mengingatkan agar perusahaan pembiayaan tetap berhati-hati dengan mengimbanginya dengan mitigasi risiko, terlebih dalam hal menjaga agar tingkat non performing financing (NPF) berada pada nilai yang dapat ditolerir.
“Kami sebagai otoritas dan pengawas mengingatkan agar management menjalankan perusahaannya secara hati-hati dan pertumbuhan piutang pembiayaan perlu diimbangi dengan mitigasi risiko untuk menjaga tingkat non performing financing,” kata Mulia.
Dalam bisnis pembiayaan pay later terdapat beberapa tantangan yang perlu dicermati. Menurut Mulia, yang pertama adalah jangan sampai pembiayaan ini terkait dengan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Mulia mengatakan, perusahaan pembiayaan pay later sangat erat dengan kedua hal tersebut. Sebab dalam proses pembiayaan, yang diutamakan adalah kecepatan dan pertumbuhan dalam penyaluran dana.
“Ini relatif tinggi. Karena perusahaan pembiayaan pay later mengutamakan kecepatan dan pertumbuhan dalam penyaluran pembiayaan namun belum disertai dengan proses kredit poin atau screening yang memadai,” katanya.
Tantangan selanjutnya adalah rata-rata perusahaan pembiayaan pay later memiliki tingkat laba yang rendah dibanding dengan aset yang dikelola. Menurut Mulia, jika tidak dikelola dengan benar maka berpotensi bisnisnya tidak akan bertahan lama.
“Karena ada beban marketing yang merupakan beban kerja sama dengan platform, ada promo cashback, ongkir (ongkos kirim) gratis dan lainnya tapi ini dapat diatasi,” ujar Mulia.
Riset Kredivo & Kata Data Insight Center menyebut Paylater kini mampu mengungguli metode transfer bank, sebanyak 16,2 persen konsumen memilih Paylater sebagai metode pembayaran yang paling sering digunakan di lokapasar, sedangkan 10,2 persen konsumen yang memilih metode pembayaran transfer bank/virtual account.
Sementara itu, sebanyak 60,9 persen responden yang telah menggunakan Paylater menyebutkan bahwa Paylater merupakan kredit pertama yang mereka dapatkan, terutama bagi Socio-Economic Status (SES) C. Riset ini melibatkan 9.239 responden di seluruh Indonesia. (Kmb/Balipost)