JAKARTA, BALIPOST.com – Beberapa skenario yang mungkin dapat terjadi pada masa depan usai diubahnya status pandemi COVID-19 menjadi endemi dipaparkan epidemiolog Dicky Budiman.
“Pertama, COVID-19 akan menjadi penyakit endemik, ini yang paling dominan. Mayoritas ahli epidemi mendukung pernyataan tersebut,” katanya saat dikonfirmasi di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (15/6).
Dicky mengatakan jika COVID-19 menjadi penyakit endemik seperti tuberkulosis dan malaria, maka COVID-19 akan tetap menjadi permasalahan bagi kesehatan masyarakat meskipun jumlahnya sudah berkurang.
Skenario ini, sambungnya, diambil berdasarkan data jumlah kasus harian COVID-19 saat ini serta asumsi kekebalan masyarakat yang sudah membaik setelah dilakukannya vaksinasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Skenario kedua, sambungnya, adalah akan munculnya varian baru yang berpotensi memberikan dampak yang lebih merugikan.
“Bukan hanya kemampuan menular kepada orang lain, tapi resistensi terhadap vaksin yang ada juga bisa timbul. Ini yg akan menyebabkan COVID-19 bisa menjadi epidemi,” ujar periset di Universitas Griffith, Australia itu.
Jika skenario kedua muncul, lanjutnya, maka Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat muncul dan bisa menimbulkan ledakan kasus COVID-19 pada masa datang.
Pentingnya vaksin penguat (booster) serta riset lebih lanjut terkait COVID-19 di Indonesia, kata dia, sangat diperlukan untuk mencegah hal tersebut.
Sedangkan skenario ketiga, lanjutnya, adalah kondisi dimana COVID-19 tidak hilang, namun berada pada level yang sangat rendah. “Asumsinya, hal tersebut dihasilkan oleh efektivitas dari vaksinasi dan respons kesehatan publik yang membaik,” tutur Dicky.
Dia mengimbau kepada masyarakat agar tidak lupa bahwa masih terdapat sejumlah kelompok rawan seperti lansia dan anak-anak yang dapat tertular virus COVID-19. “Hal itulah yang akan menjadi penentu dari skenario ketiga,” ujarnya.
Dia juga mengimbau masyarakat agar tetap menjaga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) meskipun status pandemi COVID-19 akan diubah menjadi endemi, karena zaman terus berubah, begitu pula dengan COVID-19 yang dapat terus bermutasi. (Kmb/Balipost)