Kepala Eksekutif Dewan Komisioner LPS, Lana Soelistianingsih. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Bank bermasalah yang berujung pada dicabutnya izin usaha hampir 90 persen disebabkan karena fraud. Sehingga pihak yang merugikan dan menyebabkan bank berstatus gagal dan dicabut izin usahanya dapat diproses hukum. Demikian disampaikan Anggota sekaligus Kepala Eksekutif Dewan Komisioner LPS, Lana Soelistianingsih, Jumat (23/6).

Ia mengatakan dalam hal penanganan resolusi bank dan likuidasi bank, ada banyak kasus hukum sehingga perlu mendapatkan dukungan dalam melaksanakan proses hukum. Meskipun hakim harus tetap independen namun ia berharap setidaknya hakim memahami fungsi dan peran LPS karena dalam proses likuidasi, aset-aset masuk LPS.

Baca juga:  PPN 12 Persen Berpotensi Pengaruhi Tabungan Masyarakat

Dalam UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dikatakannya, ada 2 perbaikan proses penanganan perkara. Pertama, terkait dengan proses klaim, dalam pengajuan keberatan yang tercantum pada Pasal 20. Kemudian, kedua perbaikan dalam proses beracara diharapkan penanganan dapat cepat diselesaikan baik di tingkat pengadilan negeri maupun kasasi.

“Kalau ada bank bermasalah yang dicabut izin usahanya itu dipastikan hampir 90 persen dipastikan karena fraud. Kemudian kita jamin simpanan nasabah dan pihak-pihak yang merugikan bank itu kita kejar. Itulah diperlukan koordinasi penegakan hukum, tidak hanya dengan pengadilan tapi juga dengan aparat penegak hukumnya,” ujarnya.

Baca juga:  Gagal Bayar Utang AS Berikan Dampak ke Indonesia

Namun diproses hukum, LPS perlu membuktikan tindak pidana perbankannya. Jika sudah terbukti, barulah dilakukan gugatan secara perdata.

Dalam UU P2SK, penguatan terhadap penanganan perdata sudah ada sehingga diharapkan optimalisasi dalam peningkatan recovery terhadap uang yang sudah dikeluarkan LPS dalam melakukan penyelamatan bank maupun pembayaran klaim, dapat optimal.

Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung RI I Gusti Agung Sumantha, S.H., M.H., mengatakan, dalam UU P2SK ada paraturan baru, terutama pada pasal 20 dan 50. Isi pasal-pasal tersebut membutuhkan persamaan persepsi sehingga ketika ada proses perkara dapat ditangani secara optimal dan hakim tetap independen dalam memutuskan perkara.

Baca juga:  Pastikan Perlindungan Nasabah, BPD Bali Jalin Kerja Sama Bancassurance

“Tentu ini kami dari Mahkamah Agung harus menyikapi atau samakan persepsi antara LPS dengan kami sebagai hakim agung dan jajaran di dalamnya. Apakah keberatan terhadap keputusan LPS ini diajukan ke pengadilan mana? Apakah pengadilan tata usaha negara (PTUN) atau pengadilan agama sebagai yang menangani ekonomi syariah atau perkara perdata?” paparnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *