Letjen TNI Purn Dr. HC Doni Monardo. (BP/Istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Stovia adalah gedung bersejarah. Sekolah kedokteran zaman Hindia Belanda. Di sini, hari ini, Selasa (27/6), Letjen TNI Purn Dr. HC Doni Monardo membagikan pengalaman manajerial dalam menghadapi bencana-bencana. Baik bencana alam, maupun bencana non alam, khususnya Covid-19.

Sosok Doni, bagi kebanyakan orang memang masih sangat lekat dengan bencana dan COVID-19. Takdir sejarah telah memposisikan dirinya sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), dan Ketua Satuan Tugas Covid-19, periode 2019 – 2021. Kiranya, itu pula yang melatarbelakangi manajemen Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto mendaulatnya menjadi pembcara pada seminar “Refleksi, Mitigasi serta Kesiapan Kesehatan TNI dalam Menghadapi Bencana”.

Baca juga:  Kawasan Penyangga Berkurang, Bali Diminta Waspadai Bencana Banjir dan Longsor

Dalam seminar yang berlangsung di Aula Museum Kebangkitan Nasional (Gedung Stovia) itu, Doni kebagian sub tema “Pengalaman Managerial dari Bencana ke Bencana”. “Cicero mengatakan, ‘’Salus Populi Suprema Lex Esto’, yang artinya, ‘Keselamatan Rakyat Merupakan Hukum Tertinggi’. Itu yang selalu menjadi landasan saya bertindak mengatasi bencana,” ujar Doni yang saat ini menjabat Komisaris Utama MIND ID itu dalam rilisnya.

Doni Monardo juga menunjukkan fakta penting, bahwa bencana adalah peristiwa berulang. Ia menunjukkan fakta bersejarah yang terukir di dalam Gua Ek Leuntie, Aceh, sebagai contoh.

Bahwa tsunami dahsyat yang terjadi tahun 2004, menggenapi catatan 12 tsunami yang terjadi dalam 7.500 tahun terakhir. Gua itu baru ditemukan tahun 2011, dan sudah diteliti oleh Earth Observatory of Singapore di bawah pimpinan Charles Rubin.

Baca juga:  Percepat Penanganan COVID-19, Jatim Digelontor APD hingga Robot Disinfektan

Sebelum tsunami tahun 2004, pernah terjadi tsunami sekitar 2.800 tahun sebelumnya. Itu diketahui berrdasar analisis radiocarbon material, termasuk clamshell dan sisa-sisa organisme mikroskopis yang ada dalam gua yang menghadap laut itu.

Sebagai Ketua Satgas Covid, Doni Monardo pun mengilas balik sejarah. Betapa peran dokter serta aparat TNI-Polri begitu vital, mulai dari perintah pertama Presiden untuk membuat karantina di Natuna, karantina kru kapal pesiar di Kepulauan Seribu, penyediaan APD, pendirian RS Darurat Covid “Wisma Atlet”, kerjasama dengan 5.000 wartawan untuk menangkal hoaks, dan sebagainya.

Baca juga:  BNPB Laporkan Tambahan Korban Jiwa APG Semeru

Sebagai catatan penting dari semua fungsi manajerial kebencanaan adalah “data”. Bisa disebut bank data, atau big data. Data harus digali dan diuji akurasinya sedemikian rupa, sehingga bisa diambil sebuah kebijakan yang tepat.

Terkait bidang kesehatan, Doni Monardo mengatakan, Tim Kesehatan TNI harus memiliki data akurat tentang jumlah dan ketersebaran dokter dan paramedis di seluruh Indonesia. Berapa jumlah dokter umum, dokter spesialis, perawat, ahli nutrisi/gizi, analis kesehatan, bahkan ambulans.

Hasil mitigasi tersebut, akan sangat bermanfaat pada saat “tanggap darurat”. Yaitu, hari-hari pascaterjadinya bencana (alam maupun non alam).

Di akhir slide presentasi, Doni Monardi menyampaikan kutipan yang sangat menarik, “Perang, mungkin. Bencana pasti”. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *