Oleh Djoko Subinarto
Dalam upaya mewujudkan Ibu Kota Negara [IKN] sebagai kota pintar, Otoritas IKN kabarnya telah menandatangani nota kesepahaman [MoU] dengan sejumlah pihak untuk berkolaborasi dalam pengembangan sektor energi pintar, kota pintar, gedung pintar, infrastruktur mobilitas pintar, dan sistem otomasi industri pintar. Seperti diketahui, IKN yang saat ini sedang dalam proses pembangunan di kawasan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, ditargetkan menjadi kota pintar yang berbasis hutan dan alam, di mana 70 persen wilayahnya adalah kawasan hijau, sumber energinya berasal dari energi yang terbarukan, dan layanan masyarakatnya berbasis aplikasi.
Istilah kota pintar atau kota cerdas sudah kerap kita dengar. Pertanyaannya adalah: kenapa sebuah kota perlu dibuat menjadi kota pintar? Berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh kelompok kajian di bawah naungan International Telecommunication Standardization Sector [ITU-T], pada bulan Oktober 2015, di Jenewa, Swiss, kota pintar diberi batasan sebagai kota inovatif yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi serta teknologi lainnya untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga kota, mengefisienkan layanan dan pengelolaan kota, meningkatkan daya saing sembari memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan terkait dengan aspek-aspek ekonomi, sosial, lingkungan maupun kultural.
Diproyeksikan menjelang tahun 2050 mendatang, sekitar 75 persen penduduk dunia bakal menyesaki kawasan-kawasan perkotaan. Di Indonesia sendiri saat ini jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan ditaksir sudah mencapai 45 persen dari total penduduk keseluruhan dan diperkirakan bakal meningkat mendekati 70 persen di tahun 2035.
Ketersediaan peluang ekonomi, sosial, politik maupun budaya yang lebih besar di kawasan perkotaan menjadi semacam magnet kuat yang menyedot banyak orang untuk terus menyerbu kawasan perkotaan. Ini bakal membawa konsekuensi dalam banyak dimensi sekaligus menjadi tantangan besar bagi para pengelola kota –termasuk pengelola IKN Nusantara — dalam soal bagaimana kota yang mereka kelola bisa tetap layak huni dan menjadi kota yang berkelanjutan.
Menurut Roderick Lawrence [2008], secara garis besar, setidaknya ada empat jenis risiko yang umumnya selalu dihadapi sebuah kota.Yang pertama, risiko lingkungan. Sejumlah masalah yang dihadapi terkait dengan risiko lingkungan antara lain adalah masalah melonjaknya tingkat kebisingan, meningkatnya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara serta persoalan pembuangan sampah.
Selanjutnya adalah risiko ekonomi berupa persoalan penyediaan rumah layak huni, ketersediaan pangan, ketersediaan air bersih dan juga ketersediaan lapangan kerja maupun ketersediaan layanan kesehatan dan pendidikan yang adil dan terjangkau bagi semua warga. Yang berikutnya adalah risiko teknologi berupa kemacetan, kecelakaan lalulintas dan kecelakaan industri. Dan yang terakhir adalah risiko sosial berupa meningkatnya kriminalitas, tindak kekerasan, putus sekolah dan pengangguran.
Penerapan konsep kota pintar diharapkan dapat mengatasi risiko-risiko tersebut. Dengan demikian, kota bisa tetap layak huni dan berkelanjutan. Dalam karyanya bertitel Creating Smart, Safe and Sustainable Cities, Diana Coll [2016] memaparkan bahwa untuk menjadikan sebuah kota menjadi kota pintar dan berkelanjutan, para pengelola kota membutuhkan setidaknya tiga pilar aplikasi pintar.
Pertama, pilar untuk layanan publik, seperti aplikasi untuk layanan pendidikan, layanan kesehatan, layanan pariwisata maupun layanan pemerintahan, sehingga membuat kualitas hidup warga kota makin meningkat dan sekaligus mendorong pembangunan ekonomi kota. Dengan demikian, kota menjadi semakin menarik ditinggali, dikunjungi maupun dijadikan tempat mengembangkan bisnis.
Kedua, pilar untuk keamanan kota, yang mencangkup berbagai aplikasi untuk menjamin keamanan warga mulai dari aplikasi kamera pengawas, perangkat pendeteksian bahaya hingga aplikasi bantuan darurat untuk mencegah dan meminimalisir risiko serta dampak dari aksi kriminalitas, kecelakaan dan bencana alam. Ketiga, pilar untuk menopang aspek keberlanjutan.
Ini meliputi berbagai aplikasi yang terkait dengan mobilitas warga kota, penggunaan energi dan penggunaan moda transportasi, dengan tujuan utama yaitu untuk mengurangi terjadinya degradasi lingkungan, mengurangi pemborosan energi dan mengurangi emisi karbon.
Untuk menopang perwujudan konsep kota pintar ini, setidaknya ada dua hal kunci yang mesti benar-benar mampu dipenuhi oleh para pengelola kota. Kedua hal itu adalah dukungan teknologi informasi dan komunikasi [TIK] yang andal serta praktik tata kelola pemerintahan kota yang prima.
Dukungan TIK yang andal dapat dicapai dengan terciptanya perluasan infrastruktur broadband serta tersedianya fasilitas jaringan wilayah metropolitan [metropolitan area network] secara merata, yang memungkinkan semua rumah tangga, lembaga pemerintahan, sekolah, kampus perguruan tinggi, rumah sakit serta lembaga-lembaga bisnis terintegrasi dalam fasilitas jaringan on-line yang saling menunjang dan menguntungkan, dan sekaligus mempererat jalinan interaksi antara warga kota, pemerintah, dan dunia bisnis melalu akses on-line. Adapun praktik tata kelola pemerintahan kota yang prima dapat dicapai dengan terciptanya peningkatan sistem manajemen dan pelaksanaan pemerintahan kota serta peningkatan kinerja aparatur pemerintahan kota melalui sistem pendidikan dan pelatihan yang bermutu dan sinambung.
Tata kelola pemerintahan kota yang prima sendiri bersandar pada prinsip-prinsip keberlanjutan, responsif, keadilan, transparansi, dan partisipasi publik. Kita perlu mengapresiasi tekad dan upaya otoritas IKN untuk mengaplikasikan konsep kota pintar di IKN Nusantara. Kita berharap sinergi antara otoritas IKN dengan kalangan industri teknologi informasi dan komunikasi, perguruan tinggi, kalangan bisnis maupun lembaga swadaya masyarakat bakal terjalin kuat dalam upaya membangun sistem kota pintar berkelanjutan yang solid dan sempurna, sehingga IKN menjadi ibukota negara kita yang benar-benar layak huni, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Penulis, kolumnis dan bloger