Oleh Kadek Suartaya
Masyarakat penonton dramatari Calonarang, tentu tak asing dengan seorang tokoh yang bernama Rarung atau Larung. Wanita cantik namun beringas ini adalah komandan dari puluhan anak buah dari Ni Calonarang alias Walu Nateng Dirah atau Ratu Janda Dirah yang tinggal di tepi hutan desa Dirah (Girah), wilayah Kerajaan Kediri. Rarung ditugaskan memimpin Lenda, Lendi, Waksirsa, Jaranguyang, Mahesawedana dan murid-murid dari Ni Calonarang yang lainnya mempraktikkan ilmu hitam.
Sebagai pelaksana di lapangan, Rarung dikenal kejam dan sadis menjalankan segala tugas yang diembannya. Salah satu tugas darurat yang dipercayakan kepadanya adalah melawan penguasa Kediri, Raja Airlangga, yang bertekad memberangus padepokan aliran sihir pimpinan Ni Calonarang.
Dalam tradisi pementasan teater Calonarang, tokoh Rarung ditampilkan pada babak awal. Ia muncul ngelembar (penampilan tarian pembukaan) untuk menyongsong tugas penting yang akan diperintahkan Ni Calonarang kepadanya. Karakter tariannya menunjukkan gerak laku energik dengan nuansa mistik simbolis.
Menggunakan kain cepuk dengan rambut terurai, Rarung kemudian menghadap Ni Calonarang. Salah satu lakon seni pertunjukan Calonarang yang mengisahkan peran penting Rarung dikenal masyarakat Bali dengan tajuk “Kautus Rarung” atau “Rarung Duta”. Di kalangan pegiat dramatari Calonarang, repertoar yang paling sering dipentaskan ini memiliki sejumlah versi.
Para seniman Banjar Babakan, Desa Sukawati, Gianyar, yang telah mewarisi drama of magic ini sejak awal abad XX, mempunyai dua versi. Titik tolak versinya berangkat dari bagian cerita bahwa Ratna Mangali, anak gadis Ni Calonarang, telah resmi dilamar untuk dijadikan permaisuri oleh Raja Airlangga.
Versi pertama, Ni Calonarang murka karena mendengar kabar Raja Airlangga akan membatalkan lamarannya dengan alasan banyak rakyatnya mengatakan Ratna Mangali menganut teluh seperti ibunya. Jika versi ini yang digunakan, dikisahkan Ni Calonarang menugaskan
Rarung menghadang perjalanan Madri, seorang
patih andalan yang diutus Raja Airlangga menuju Dirah menunaikan misi pembatalan.
Versi kedua, Patih Madri berhasil sampai di Dirah dan
menyampaikan tugas pembatalan itu kepada Ni
Calonarang. Merasa terhina dan direndahkan, Ni Calonarang menugaskan Rarung mencelakai Madri saat kembali menuju Kediri.
Dalam lontar Calon Arang (1540 Masehi), asal usul Rarung tak begitu banyak dipaparkan. Hanya, sejumlah episode pementasan calonarang menegaskan, Rarung digambarkan sebagai penganut ilmu hitam kelas tinggi.
Kendatipun demikian, sebuah lakon carangan mengisahkan tentang Rarung yang bernama Ni Madu Segara yang memiliki kesaktian sejajar dengan Ni Calonarang. Agar tak menyamai Ni Calonarang, oleh Betari Durga, kesaktian ilmu hitam Madu Segara dipotong lagi tiga tingkat.
Lakon tersebut jarang digelar teater Calonarang tapi tertuang dalam sebuah karya tari palegongan dengan tajuk “Ni Madu Segara”. Dituturkan, sejak ilmu leak-nya disunat, Rarung kemudian menimba ilmu pada janda sakti Ni Calonarang.
Patut disyukuri, bahwasannya para seniman Bali dianugrahi imajinasi dan kemampuan kreatif dalam menyuguhkan lakon berkarakteristik mistik. Sejumlah lakon yang tidak berorientasi dari sastra Calon Arang, juga lazim dipentaskan yang secara fleksibel disebut penyalonarangan, seperti kisah Balian Batur yang dipetik dari torehan babad dan juga cerita rakyat Basur.
Sebagai sebuah tontonan, pagelaran calonarang dengan lakon “Kautus Rarung” sering dibumbui romansa, ketika Rarung dikisahkan menjadi wanita cantik bak bidadari yang berhasil membuat Patih Madri mabuk kepayang.
Tata garap dramatik dimana Madri terperangkap asmara dan lalai akan tugasnya karena dijebak oleh Ra-
rung, pernah ditransformasikan dalam karya seni pentas oratorium berjudul “Rarung Gandrung”, garapan para seniman Kabupaten Gianyar yang ditampilkan dalam Festival Topeng Nusantara di Kota Cirebon, Jawa Barat, pada 2016.
Agaknya, Rarung memang tokoh loyal yang berspektif kontekstual. Sebagai orang kepercayaan Janda Dirah, Rarung setia dan taat pada perintah junjungannya. Diperintahkan oleh Ni Calonarang menjegal sabda Raja Airlangga dalam menenangkan rakyat dari rasa ketakutan, Rarung, terbukti, sukses menebar seringai dan rinding kengerian yang mencekam.
Ditugaskan Ratu Rondho Dirah memimpin pasukannya
untuk menebar teror mematikan yang membuat rakyat Kediri “pagi sakit siang mati, sore sakit malam jadi mayat”, semuanya, karena atas komando Rarung. Dalam pementasan teater calonarang dapat disimak, Janda Dirah terkekeh girang dan puas atas keberhasilan segala penugasannya yang diperintahkan kepada Rarung. Militansi Rarung pun kian dikipasi Ni Calonarang.
Penulis, pemerhati seni, dosen ISI Denpasar