Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Tahun pelajaran 2023/2024 telah dimulai. Setelah melewati proses panjang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), saat ini berlanjut dengan proses belajar-mengajar di masing-masing sekolah. Melalui Kurikulum Merdeka Belajar yang berjalan, diharapkan siswa didik akan menjalani budaya bersekolah yang baru.

Selama ini siswa didik Indonesia banyak yang dengan tertib dan rajin pergi bersekolah, namun ternyata seakan “tidak belajar”. Secara tidak langsung, kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun siswa didik sudah cukup lama menghabiskan waktu di sekolah, ternyata secara mutu dan kompetensi, mereka tidak banyak belajar.

Belum tercipta kondisi budaya bersekolah. Hal ini terkonfirmasi dari hasil tes global capaian hasil belajar anak Indonesia yang ternyata memang sangat rendah, utamanya pada mata pelajaran matematika, sains, dan membaca. Murid Sekolah Menengah Atas kelas II semester I ternyata hanya mampu menggapai capaian kompetensi setara dengan murid Sekolah Dasar kelas VI.

Baca juga:  Akta Kelahiran dan Perlindungan Hak Anak

Hasil pengukuran angka HTS (Harmonized Test Scores) berada di 394. Sementara angka tertinggi HTS adalah 625. Sehingga angka LAYS -Learning Adjusted Years of School- (Angka capaian/angka tertinggi HTS = 394/625) = 0,63. Artinya, angka kompetensi bersekolah 12,4 tahun berada di 7,8 tahun. Alias terpaut 4,6 tahun, ada time-lag capaian mutu sebesar 4,6 tahun.

Ada tiga jenis tes global yang digunakan dalam mengukur hasil belajar anak Indonesia tersebut. Yaitu meliputi : Programmer for International Student Assesment (PISA), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Pencapaian hasil belajar anak Indonesia yang rendah ini sangat berkorelasi dengan rendahnya tingkat literasi
membaca dan berhitung.

Sebagaimana dikatakan Barack Obama, bahwa : “Reading is the gateway skill that makes all other learning possible” (membaca adalah keterampilan pembuka gerbang, yang memungkinkan pembelajaran lain akan dapat terjadi). Hakikatnya adalah bahwa kita tidak akan mampu mengarungi perjalanan belajar, tanpa didahului dengan keterampilan membaca.

Baca juga:  Keadilan bagi Kejahatan Asusila

Dalam hal ini yang dimaksud kemampuan membaca bukanlah sekedar dapat membunyikan kata-kata semata, namun lebih pada kemampuan dalam memaknai teks yang dibacanya. Membaca dimaknai sebagai proses aktif, ketika pembaca membangun makna atas suatu teks yang dibacanya.

Dengan sendirinya pembaca perlu didorong untuk mengambil sikap aktif dalam bentuk pertanyaan dan kesimpulan, agar mampu memaknai teks yang dibacanya. Bukan sekedar membunyikan teks.

Perilaku ini harus kita bangun dan ciptakan melalui budaya bersekolah yang benar. Sehingga anak Indonesia diharapkan tidak sekedar rajin pergi bersekolah saja, namun harus dengan perilaku budaya bersekolah sebagaimana seharusnya.

Sehingga capaian hasil belajarnya akan sesuai dengan apa yang seharusnya dicapai. Perbaikan proses belajar-mengajar di sekolah tentu harus melibatkan seluruh stakeholders yang ada di lingkungan sekolah. Sejak guru, tenaga kependidikan, tenaga administrasi, anak didik, kurikulum; hingga ketersediaan fasilitas belajar-mengajar seperti ruang belajar/gedung sekolah, perpustakaan, maupun laboratorium pendidikan.

Baca juga:  Guru di Abad Ke-21: Tantangan dan Kewajiban

Paling mendasar, dibutuhkan upaya membangun keterampilan membaca dengan disertai memfasilitasi pembelajaran matematika yang bernalar dan kontekstual bagi anak didik. Upaya perbaikan dalam
mengurangi time-lag tersebut, dapat dilakukan dengan membentuk semacam tim percepatan menaikkan HTS.

Perbaikan mutu pendidikan dasar dan menengah harus dilakukan secara terkoordinir antar para pemangku kepentingan. Dengan harapan angka HTS-nya dapat naik mendekati angka rerata dunia sebesar 500, dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tentu akan lebih baik jika angka HTS-nya dapat mendekati 625, sebagai angka tertinggi sebagaimana seharusnya.

Penulis, Senior Researcher pada Centre of Culture & Uran Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *