JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Selasa (18/7). Airlangga diminta keterangannya dalam rangka pendalaman perkara tidak pidana korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana, di Jakarta selaku Menko, Airlangga merupakan penjabat yang mengetahui soal prosedur perizinan, kebijakan, serta pelaksanaan kegiatan ekspor dan impor CPO.
“Yang kedua, justru juga terkait dengan proses prosedur perizinan, kebijakan, terkait juga pelaksanaan kegiatan ekspor-impor CPO. Nah ini, ini yang kami dalami dari beliau selaku Menko,” ujarnya dikutip dari Kantor Berita Antara
Sumedana menyebut pmanggilan terhadap Airlangga dijadwalkan Rabu (17/7), namun politisi Partai Golkar itu bersedia hadir siang ini. Selain Airlangga, lanjut dia, ada beberapa orang saksi lainnya yang dipanggil oleh penyidik untuk dimintai keterangan, namun tidak dirinci siapa saja saksi tersebut.
“Hari ini juga selain Pak AH (Airlangga Hartarto) yang kami panggil juga ada beberapa orang yang kami panggil, nanti kami sampaikan,” ujarnya.
Mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali itu menegaskan, saat ini penyidik fokus memanggil Ailangga terkait penyidikan perkara CPO, belum ke perkara korupsi BTS Kominfo. Mengingat perkara CPO sudah bergulir, dan secara intensif penyidik melakukan pemeriksaan terhadap para saksi-saksi.
Pada Senin (17/7), penyidik Jampidsus memeriksa Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan dan seorang PNS di Kementerian Perdagangan sebagai saksi. “Sementara sesuai dengan surat panggilan yang kita fokuskan adalah perkara CPO ya,” kata Ketut.
Dalam perkara ini, Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI menetapkan tiga perusahaan palm oil sebagai tersangka korporasi dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng pada Kamis (15/6). Ketiga perusahaan tersebut, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup. Ketiganya terbukti dalam perkara ini berdasarkan putusan MA yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,47 triliun. (kmb/balipost)