Oleh Marjono
Migrasi atau perpindahan penduduk melintasi batas negara telah menjadi fenomena global dan diprediksi akan terus menunjukkan peningkatan sehingga diperlukan “aturan main” untuk mengelola berbagai kegiatan migrasi di dunia. Masyarakat internasional membentuk Kesepakatan Global untuk Migrasi (KGM) yang aman, tertib, dan teratur (Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration/GCM) yang dimaksudkan untuk mendorong kerja sama internasional tentang pengaturan migrasi di tingkat global.
KGM adalah kesepakatan yang dinegosiasikan antar pemerintah negara, yang disiapkan di bawah naungan PBB, yang mencakup “semua dimensi migrasi internasional secara holistik dan komprehensif”. Kesepakatan global tersebut secara resmi disetujui oleh Majelis Umum PBB pada 19 Desember 2018.
Kesepakatan Global yang menjadi landasan bersama bagi negara-negara di dunia dalam penanganan migrasi itu pun dinilai seturut dengan kebijakan nasional Indonesia. Sejak PBB terbentuk, belum ada kesepakatan yang dibuat oleh organisasi ini terkait migrasi global. Baru tahun 2018 kita buat KGM yang menjadi kesamaan bagi negara di dunia untuk tata kelola migrasi yang lebih baik.
Hal itu senada dengan kebijakan nasional, di mana kita ingin tata kelola migran Indonesia diatur secara aman, tertib, teratur. Ada 23 tujuan yang tercantum dalam KGM, termasuk mengumpulkan dan menggunakan data yang akurat dan anonim untuk mengembangkan kebijakan migrasi berbasis bukti, memastikan bahwa semua migran memiliki bukti identitas, meningkatkan ketersediaan dan fleksibilitas untuk migrasi reguler, mendorong kerja sama untuk melacak migran yang hilang dan menyelamatkan nyawa migran, memastikan migran dapat mengakses layanan dasar, dan membuat ketentuan untuk inklusi penuh migran dan kohesi sosial.
Semua tujuan tersebut harus diimplementasikan di tingkat global, regional, nasional dan lokal. Tujuan KGM tersebut penting dan relevan bagi migrasi secara global. Itu jadi rujukan di tingkat nasional dan daerah untuk membuat dan melaksanakan kebijakan untuk migrasi yang aman, tertib, teratur. Untuk itu, kita berpandangan bahwa ragam tujuan dalam KGM harus dapat diimplementasikan sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Selanjutnya, seluruh tujuan KGM tersebut sebenarnya sudah sejalan dengan kebijakan nasional Indonesia.
Tantangan selanjutnya adalah memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah di seluruh wilayah Indonesia untuk penerapan KGM. Mengingat langkah implementasi nasional dari KGM itu bersifat multidimensi dan lintas sektor, harapannya semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, untuk terlibat secara aktif dalam pelaksanaan KGM ini. Peran pemda dan masyarakat sangat penting dalam implementasi KGM karena berada di garis terdepan dalam masalah migrasi.
Pemda memegang peran penting untuk implementasi KGM, khususnya dalam menangani kegiatan migrasi yang dilakukan oleh para pekerja migran Indonesia (PMI). Pemda perlu menerapkan tujuan-tujuan dan prinsip KGM dalam mengurus pekerja migran, khususnya dalam hal pra-penempatan, perencanaan pengembangan sumber daya manusia, dan persiapan keahlian pekerja migran yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan kerja. Ini mesti menjadi konsen dan penting pada tataran implementasi.
PMI ini adalah pahlawan devisa. Maka, pemerintah berupaya memberikan pelayanan dan perlindungan secara maksimal, bahkan membangun fasilitas VVIP bagi pekerja migran terutama di Bandara-bandara, dengan menyediakan lounge, helpdesk, dan jalur khusus keimigrasian Pekerja Migran Indonesia (PMI). Lounge PMI ini memberikan fasilitas ruang tunggu yang nyaman bagi PMI yang akan berangkat atau datang dari luar negeri. Helpdesk merupakan pos pelayanan dan pengaduan bagi PMI yang memberikan fasilitas informasi, advokasi, pendataan, dan pemulangan bagi PMI-bermasalah.
Sedangkan jalur khusus keimigrasian PMI, merupakan jalur cepat yang memberikan kelancaran pelayanan kepulangan dan keberangkatan bagi PMI. Titik ini menjadi bagian perhatian dan merawat kawan-kawan PMI, rasa hormat negara kepada pejuang keluarga yang telah rela berkorban demi kesejahteraan keluarganya. Namun demikian, PMI itu acap dicari dan harus selalu kita lindungi.
Selain Tim Satgas Pencegahan Migran Ilegal, nampaknya sosialisasi daring dan luring masif kolaborasi dengan pemangku kepentingan masih relevan digelar dengan ragam topik, seperti perlindungan pekerja migran Indonesia khususnya pada awak kapal migran, dan pencegahan penipuan lowongan pekerjaan perusahaan scammer di luar negeri.
Selain itu, perlu pengecekan langsung juga ke pihak keluarga imigran terkait aduan minta dipulangkan, keluarga wajib ikut bertanggung jawab. Pemerintah dan Pemda tak ada jeleknya juga membantu biaya pemulangan pekerja migran termasuk jenazah pekerja migran. Dilansir dari laman ilo.org, agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan mengakui bahwa migrasi adalah? pendorong kuat pembangunan berkelanjutan, bagi para migran dan komunitas mereka.
Ini membawa manfaat yang signifikan dalam bentuk keterampilan, penguatan angkatan kerja, investasi dan keragaman budaya, dan berkontribusi untuk meningkatkan kehidupan masyarakat di negara asal mereka melalui transfer keterampilan dan sumber daya keuangan.
Diprediksi lebih dari 600 juta pekerjaan baru perlu diciptakan hingga tahun 2030, hanya untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk usia kerja di seluruh dunia yang mencapai sekitar 40 juta per tahunnya. Kita juga perlu meningkatkan kondisi bagi sekitar 780 juta pekerja perempuan dan laki-laki dengan penghasilan kurang dari dua dolar per hari dan tidak memadai untuk mengangkat diri dan keluarga mereka keluar dari kemiskinan.
Pentingnya kerja layak dalam mencapai pembangunan berkelanjutan disoroti oleh Tujuan 8 yang bertujuan untuk “mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja produktif serta kerja layak untuk semua.” Maka kemudian, kerja layak menjadi kunci menuju pembangunan berekelanjutan.
Harus kita akui, masih banyak hambatan dan tantangan dalam pelindungan PMI, yakni belum adanya regulasi turunan mengenai perlindungan anak buah kapal migran, khusus-nya yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran. Kemudian, masih maraknya masyarakat yang tertipu oleh lowongan tenaga kerja luar negeri melalui calo atau media sosial karena kurangnya informasi dan pemahaman masyarakat dalam per-lindungan penempatan kenaga kerja Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI)/PMI.
Partisipasi pemerintahan desa pun sebagaimana diamanatkan oleh pasal 42 UU No. 18 Tahun 2017 relatif rendah. Hal ini karena kurangnya informasi dan pemahaman aparat desa terkait peraturan tersebut mengingat perkembangan peraturan mengenai PMI yang cukup cepat sehingga diperlukan sosialisasi berkala. Dinas Ketenagakerjaan di daerah belum sepenuhnya aktif dan rutin memberikan informasi terkait penempatan PMI yang aman dan benar kepada aparat desa karena keterbatasan jangkauan, anggaran dan sumber daya manusia. Satu hal lagi, yaitu Juknis terkait pasal 42 UU No. 18 Tahun 2017 belum terbit sehingga kantor desa sebagai tempat informasi dan pendaftaran CPMI belum dapat dilaksanakan.
Tantangan lainnya adalah perekrutan oleh oknum yang menawarkan penempatan non-prosedural secara perseorangan maupun melalui lembaga Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) tidak termonitor dan baru diketahui jika telah muncul kasus. Selain itu, kesadaran CPMI untuk mencari informasi dan mendaftar sebagai CPMI melalui Kantor Disnaker kabupaten/kota masih rendah. Kalau kita cermati, berbagai persoalan PMI, bersumber dari kurangnya pemahaman CPMI terhadap prosedur, mekanisme, dan berbagai aturan terkait PMI. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperbanyak penyebarluasan informasi mengenai perlindungan penempatan CPMI/PMI secara masif di aneka media, dan lain-lain agar dapat diakses oleh masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dengan berbagai langkah yang negara upayakan, mudah-mudahan dapat memberikan pelayanan dan perlindungan terbaik bagi PMI. Mari bersinergi dan gotong-royong membalik kemurungan PMI.
Penulis, Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng