NEGARA, BALIPOST.com – Kasus rabies pada sapi di Jembrana dipastikan tertular dari gigitan hewan penular rabies (HPR) anjing. Di Desa Banyubiru, lokasi ditemukannya kasus sapi rabies ini juga masuk zona merah rabies.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Kesmavet Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana, I Wayan Widarsa, dikonfirmasi Jumat (21/7) mengatakan dari hasil pemeriksaan lebih lanjut di sekitar lokasi tidak ditemukan adanya kasus rabies serupa. “Kalau penyebab sapi terjangkit rabies dipastikan dari gigitan HPR, bisa saja waktunya (gigitan) jauh sebelum terindikasi rabies,” kata Widarsa.
Memang tidak ditemukan adanya anjing rabies di sekitar lokasi, tetapi menurutnya di Banyubiru merupakan wilayah zona merah rabies. “Bisa saja anjing itu lari setelah menggigit, berdasarkan hasil lab sudah dipastikan sapi terjangkit rabies,” katanya.
Tim juga telah melakukan penyisiran di sekitar lokasi sepekan ini dan sejauh ini belum ada ditemukan kasus serupa. Pihaknya tetap meminta agar masyarakat mewaspadai rabies ini.
Ia meminta agar masyarakat aktif melaporkan jika ada hewan penular rabies (anjing, kucing dan monyet) yang memiliki ciri-ciri rabies. Ataupun adanya kejadian gigitan dari HPR yang perilakunya tidak biasa.
Sebelumnya Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana mendapati adanya kasus rabies pada sapi bermula dari laporan masyarakat yang mendapati perubahan perilaku pada ternaknya. Sapi betina itu sebelum mati, sempat galak, enggan makan dan mengeluarkan air liur banyak dari mulut.
Kemudian dilakukan pemeriksaan sampel, dan dari hasil laboratorium BBVET Denpasar diketahui sapi itu positif rabies. Dinas mengambil tindakan dengan meminta pemilik mengubur sapi dan mengarahkan pemilik untuk mendapatkan VAR sebagai upaya antisipasi penularan.
Kasus sapi positif rabies ini merupakan yang kedua di tahun 2023 ini di Jembrana. Dari data kasus rabies mencapai 52 kasus positif rabies, dua diantaranya Sapi (termasuk di Banyubiru). Sisanya 50 ekor merupakan anjing positif rabies. (Surya Dharma/Balipost)