IGK Manila. (BP/Eka)

Oleh IGK Manila

“There is no justice without democracy!” demikan kata Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama, dalam pidato bersejarahnya di KTT Iklim Paris. Dengan mengatakan bahwa ‘tiada keadilan tanpa demokrasi, beliau menegaskan bahwa sustainability dan demokrasi adalah dua sisi dari koin yang sama. Ungkapan ini rasanya cocok jika kita bicara Bali saat ini, di mana demokrasi dan pembangunan berbasis keberlanjutan harus seiring-sejalan.

Saya sendiri sampai pada kesimpulan bahwa keindahan Bali yang memukau—dengan lembah, bukit dan pantainya—serta tentu saja kekayaan fitur budayanya hanya mungkin bertahan dan dinikmati oleh jutaan wisatawan dalam dan luar negeri karena demokrasi. Ini menjadi semacam underlying structure, yang dimungkinkan oleh kebermaknaan, yang mengalir dalam nadi sosial dan menjadi bagian integral dari cara hidup sehari-hari.

Amartya Sen, penerima Hadiah Nobel, melalui konsep development as freedom—pembangunan sebagai kebebasan—menyebut demokrasi sebagai prasyarat pertumbuhan berkelanjutan dan keadilan. Ini sangat relevan di Bali, di mana ekonomi sangat bergantung pada pariwisata, yang akan sulit jika dibangun, dikelola dan dikembangkan dalam konteks yang otokratis, di mana rakyat tidak menjadi aktor yang aktif. Struktur demokratis kuat menjadi tulang punggung yang menjamin stabilitas, keadilan, dan pembangunan berkelanjutan. Keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan, akan memungkinkan keseimbangan dapat dicapai antara pertumbuhan industri pariwisata dan keberlanjutan lingkungan alam.

Baca juga:  SKS di SMA, Kenapa Tidak?

Bali menunjukkan contoh indah dari demokrasi partisipatif melalui sistem banjar, yang melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan. Sistem ini menunjukkan bagaimana respons terhadap tantangan lokal menjadi lebih efektif ketika masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif. Namun, demokrasi juga perlu beradaptasi dan berkembang. Demokrasi modern dengan fitur seperti akuntabilitas dan transparansi perlu diintegrasikan ke dalam sistem tradisional ini. Di sini teknologi, misalnya, dapat berperan sebagai katalisator, mendorong integrasi ini. Sebagai contoh, kita bisa melihat sistem ‘panchayat raj’ di India, di mana teknologi digital digunakan untuk memperkuat partisipasi lokal dan akuntabilitas.

Melalui ‘glokalisasi’, yang berarti adaptasi prinsip-prinsip global ke dalam konteks lokal, Bali bisa menjadi contoh bagi seluruh Indonesia, bahkan dunia. Menggabungkan sistem banjar tradisional dengan prinsip-prinsip demokratis modern, Bali menunjukkan bagaimana budaya dan tradisi lokal dapat diterapkan dalam proses demokratis. Ini merupakan manifestasi nyata dari filosofi ‘Bhinneka Tunggal Ika,’ yang membentuk identitas nasional Indonesia.

Baca juga:  Kembali Bertani dan Transformasi Pasar

Sementara itu, dalam “Clash of Civilizations”, Samuel P. Huntington menekankan bahwa perpecahan berbasis identitas bisa memicu konflik dalam masyarakat yang beragam. Oleh karena itu, penting bagi Bali untuk berhati-hati agar tidak terperangkap dalam permainan politik identitas, yang dapat mengancam keragaman budaya dan tradisi sinkretiknya yang kaya. Sebaliknya, demokrasi berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dapat membantu menjaga harmoni sosial dan budaya di Bali, serta daya tariknya sebagai destinasi wisata global.

Menjelang Pemilu 2024, di mana hawanya sudah menghangat, rakyat Bali memiliki kesempatan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap demokrasi. Sebagaimana ditekankanRobert Dahl, dalam konteks ini harus diyakini bahwa transisi kekuasaan yang damai melalui pemilihan yang bebas dan adil adalah fitur penting dari demokrasi. Oleh karena itu, penduduk Bali harus berusaha mempromosikan diskursus yang damai, menghormati perbedaan pendapat, dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang benar.

Baca juga:  New Normal Ubah Perilaku Konsumen, Jadi Tantangan Bangun Kepercayaan Bisnis Travel Agent

Inisiatif pendidikan pemilih, seperti bagi pemilih pemula, misalnya akan memainkan peran penting dalam mencapai tujuan ini. Dalam waktu yang tersisa, penyelenggara pemerintahan dan organisasi masyarakat sipil bisa saja mengintensifkan pendidikan semacam itu dalam konteks dan nuansa lokal. Dengan cara ini, warga Bali dapat lebih memahami nilai-nilai demokratis dan bagaimana mereka dapat berperan dalam mempertahankan harmoni sosial.

Bali, dengan mendorong dan memfasilitasi praktik demokrasi, oleh karena itu akan dapat berkontribusi dalam memastikan bahwa model demokratisnya terus berkembang dan beradaptasi. Dengan demikian, Bali akan menjadi “Taman Mini Demokrasi” yang sesungguhnya bagi Indonesia serta menjadi model yang bisa dipelajari dan dicontoh oleh berbagai wilayah di seluruh dunia

Penulis Gubernur Akademi Bela Negara (ABN) dan Anggota merangkap Sekretaris Majelis Tinggi Partai NasDem

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *