Sejumlah anak penyandang kanker menyaksikan pertunjukan sulap di atas LRT Jakarta saat berlangsungnya kegiatan pemberdayaan komunitas rentan dengan tema Ceriamu Ceriaku Bersama Kelompok Rentan di Jakarta, Senin (24/7/2023). (BP/Ant)

JENEWA, BALIPOST.com – Sebanyak 350.000 anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah diperkirakan terdiagnosa kanker setiap tahunnya. Demikian menurut Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Ghebreyesus pada Rabu (26/7).

“Banyak dari mereka tidak dapat mengakses pengobatan yang mereka butuhkan. Hanya 25 persen dari negara berpenghasilan rendah yang menyertakan obat kanker anak dalam paket tunjangan kesehatan mereka,” kata Ghebreyesus saat konferensi pers di Jenewa, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (27/7).

Dia memperingatkan bahwa kondisi itu membuat anak-anak beserta keluarga mereka berpotensi menerima obat berkualitas di bawah standar dan rusak serta menyebabkan mereka semakin menderita dan kesulitan secara finansial.

“Alhasil, keberlangsungan hidup anak-anak di negara ini kurang dari 30 persen, dibanding dengan di negara-negara berpenghasilan tinggi yang bisa mencapai 90 persen lebih,” katanya.

Baca juga:  Dari Bahas Polemik Hare Krisna dan Dugaan Pelecehan Simbol Agama oleh AWK hingga Ratusan Wisdom Masuk Bali Terjaring Tak Bawa Hasil Rapid

Mengingat Inisiatif Global untuk Kanker Anak yang diluncurkan WHO dan kemungkinan mendatangkan kontribusi 15 juta dolar AS (sekitar Rp225 miliar) dari St. Jude Children’s Research Hospital di Amerika Serikat, ia mengatakan: “Inisiatif itu bertujuan untuk mencapai keberlangsungan hidup sedikitnya 60 persen di negara berpenghasilan rendah dan menengah pada 2030, yang berfokus pada enam jenis kanker yang sangat dapat disembuhkan dan mewakili lebih dari separuh kasus kanker anak.”

Menurut WHO, Rumah Sakit St.Jude telah berkomitmen untuk memberikan 200 juta dolar AS (sekitar Rp3 triliun) selama enam tahun untuk membiayai platform tersebut.

Baca juga:  Kasus Tambah Terus, Warga Karangasem Diminta Disiplin Prokes

Ghebreyesus menambahkan bahwa inisiatif itu kini telah dijalankan di 70 lebih negara, dan lebih dari 20 negara di antaranya telah mengembangkan strategi penanganan kanker yang memprioritaskan anak-anak.

Sementara itu, sejumlah negara telah mengesahkan undang-undang baru yang menyertakan kasus kanker anak ke dalam paket tunjangan kesehatan esensial mereka. “Kami berencana mencapai 120.000 anak pada 2027,” katanya.

Mengenai Daftar Obat Esensial WHO (EML) dan Daftar Obat Esensial untuk Anak (EMLc) yang dipublikasi pada Rabu, dia mengatakan sejumlah perubahan baru itu telah mengubah jumlah obat pada EML menjadi 502 dan pada EMLc menjadi 361.

Sementara itu, suhu tinggi yang terus terjadi mengancam kesehatan di belahan bumi utara, kata Ghebreyesus. Dia juga mencatat bahwa lebih dari 40 orang meninggal dan ribuan lainnya dievakuasi akibat kebakaran hutan yang disebabkan panas ekstrem di Aljazair, Yunani, Italia dan Tunisia.

Baca juga:  Pemkab Bangli Diminta Tingkatkan Status Puskesmas

“Kami juga prihatin dengan dampak cuaca panas terhadap kesehatan orang-orang yang mengungsi atau yang tinggal di lokasi terdampak konflik atau rentan, di mana akses untuk air dan sanitasi terbatas atau tidak ada, pendingin berkurang dan terjadi krisis pasokan medis,” katanya.

Gelombang panas dan kebakaran hutan kini menjadi pengingat nyata akan kebutuhan genting untuk mengurangi gas emisi rumah kaca dan melindungi bumi, katanya. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *