Suasana diskusi pojok media yang mengangkat tema “Berita Kisah : Antara Ada dan Tiada”. Dengan menghadirkan 2 narasumber Gede Aryantha Soethama (Penulis) dan Rofiqi Hasan (Wartawan) serta dimoderatori Luh De Suriyani (Wartawan), Jumat (28/7). (BP/wulan)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rezim algoritma yang menjadi penentu viralnya sebuah berita menjadi tantangan tersendiri bagi wartawan. Mereka dituntut membuat berita yang cepat viral dan meninggalkan berita kisah. Demikian mengemuka dalam diskusi pojok media yang mengangkat tema “Berita Kisah : Antara Ada dan Tiada” pada Jumat (28/7), dengan menghadirkan 2 narasumber Gede Aryantha Soethama (Penulis) dan Rofiqi Hasan (Wartawan) serta dimoderatori Luh De Suriyani (Wartawan).

Rofiqi menjelaskan kondisi media secara umum pada situasi saat ini lebih banyak fokus di online sebab biaya cetak semakin mahal. “Kalau sudah di online, jatuhnya akan masuk dalam rezim yang namanya algoritma, jadi segala sesuatu ditentukan oleh viralitas dari sebuah berita,” jelasnya.

Baca juga:  FSBJ V Dibuka "Opera in Paradise," Tampilkan Skena Karya Ternama Dunia

Kondisi ini menjadi tantangan bagi wartawan karena  makin jarang membuat berita kisah. Ia menilai berita kisah sendiri lebih berat daripada membuat straight news karena harus menampilkan suatu roh dari sebuah peristiwa. “Hal ini menjadi tantangan tersendiri, bagaimana dalam era algoritma ini, media bisa mengawinkannya agar cepat dan bisa viral juga,” jelasnya.

Ia berharap lebih banyak wartawan menulis berita kisah. “Harapan kita tentu teman-teman wartawan akan lebih banyak lagi menulis features, karena trendnya teman-teman agak berkurang yang menulis features. Lebih banyak tekanan untuk membuat straight news,” ujarnya.

Baca juga:  Masyarakat Diminta Jangan Euforia Rayakan Nataru

Rofiqi menambahkan penulisan features sangat penting karena mengungkap sisi lain dari kehidupan. “Hanya dengan mengambil berita kisah itu kepekaan seorang wartawan terhadap sebuah peristiwa atau fakta tertentu itu akan terasa. Tidak sekedar informasi saja, bagaimana membangun empati membangun simpati yang kemudian ditularkan kepada masyarakat,” jelasnya. (Wulan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *